Hari ini genaplah sudah 27 tahun Ikatan Mahasiswa Kuningan wilayah Cirebon. Usia yang mendekati kematangan berpikir dan bertindak. Tradisi ulang tahun senantiasa disimbolkan sebagai sebuah kesuksesan karena telah mampu menempuh beberapa rintangan mau tantangan kehidupan, begitupun dalam konteks organisasi, IMK telah membukukan prestasi gemilang melalui sustainability program-programnya.

Program paling penting dari semua adalah perkaderan. Ini tugas berat tapi mulia di hadapan Allah. Karena melakukan perkaderan berarti sense of community atau keumatan. Ini pesan inti Nabi kita yang mulia, bahwa apapun cerita hidup kita jika belum concern terhadap urusan keumatan, maka program sebesar apapun tidak bernilai transenden. IMK terus melakukan itu.

Dalam konteks fase kehidupan berorganisasi, tidak terlepas pada dikotomifase besar, yakni: fase pendirian, fase pengembangan, fase penguatan, dan fase berikutnya akan mengalami pengulangan dengan metode dan teknik yang berbeda, sesuai insting organisasi yang dimiliki oleh kadernya.

IMK hari ini bisa dipersepsikan pada fase penguatan ideologi atau nilai luhur atau visi dan misi yang di endorse oleh para founding fathers. Kedewasaan berorganisasi adalah ketika para founding fathers merasa bangga atas kemajuan organisasinya kini dan para penerusnya senantiasa santun atau ‘takdzim’ kepada pendahulu meskipun-bisa jadi-hari ini jauh lebih maju dibandingkan dengan program sebelumnya.

Karena yang mahal itu adalah inspirasi bukan ekspansi. Menemukan cita rasa mahasiswa Kuningan dengan bungkus IMK tidaklah mudah ditemukan, tapi menambah bumbu dan ramuan dari menu IMK yang sudah ada akan lebih mudah. Tapi, tentu jika IMK sebagai sebuah menu makanan yang disajikan kepada publik tidak dilakukan melalui diversifikasi berkelanjutan, maka menu lawas pun pasti akan mudah ditinggalkan publik, sepi kader dan berakhir tanpa inovasi. Sehingga, pendiri dan pengembang bisa memiliki peran yang sama dan ikhtiar memertahankan roda organisasi agar tetap berjalan sesuai track nya: perkaderan dan pembinaan.

IMK dalam Era VUCA

IMK hari ini tidak lagi cukup mengandalkan aspek historis. Kesuksesan para pendiri, bercerita kehebatan program masa lalu, dan menepuk dada karena pernah menjadi orang yang luar biasa di IMK, tapi dulu.

Hari ini sungguh berbeda. Kemaren pagi kita berkenalan dengan Revolusi Industri 4.0, 5.0, era disrupsi, pandemi covid19, resesi ekonomi global, dan hari ini kita juga dihadapkan pada kondisi VUCA. VUCA atau kita kenal dengan Volitaility, Uncertain, Complexity, Ambiguity. Sebuah kondisi dimana peristiwa muncul yang di luar dugaan terjadi, ketidakmenentuan kehidupan, kompleksitas masalah kehidupan, dan ketidakjelasan kehidupan baik dari perubahan sosial, ekonomi maupun politik.

Kondisi ini sebagai sebuah keniscayaan. Kita tidak bisa menolak dan menghindar. Era digital telah melakukan perubahan fundamental dalam kehidupan kita. Bagaimana kita bisa merasa dekat padahal berjauhan sesungguhnya dalam waktu bersamaan. Semua tidak terlepas dari campur tangan teknologi dalam kehidupan kita.

Lalu, bagaimana dengan IMK? IMK bisa melangsungkan cerita organisasinya dengan gemilang jika memenuhi dua kriteria mendasar, survival and adaptable.

Survival yang dimaksudkan adalah kebertahan IMK harus selalu dilestarikan melalui internalisasi nilai-nilai organisasi kedaerahan, ngawangun lemah cai adalah organization values yang harus terus menggelora, sinergitas organisasi dan akademik merupakan tipikal diri kader IMK yang masagi dalam intelektual dan cakap dalam organisasi.

Sementara adaptable adalah prinsip diri dan organisasi yang mampu berperan sebagai problem solver dalam segala perubahan era. Kata kunci utama dalam adaptable adalah kompetensi digital. Kompetensi ini menjadi katalisator perubahan kekinian yang bisa kita masuki dengan nilai-nilai IMK yang luhur. Kita tidak boleh kehabisan akal untuk masuk dan memengaruhi publik, baik kebijakan kedaerahan maupun pola hidup kemasyarakatan menuju baldatun thayyibatun warobbun ghafur.**

Oleh: Nanan Abdul Manan