Karier ASN Kini Ditentukan Kotak? Inilah 9 Box Talent Ala Pemkab Kuningan
BEBERAPA waktu lalu, Pemerintah Daerah Kuningan mengumumkan penggunaan metode 9 Box Talent untuk menata jalur karier Aparatur Sipil Negara (ASN). Bagi sebagian masyarakat, istilah ini terdengar asing, terlalu teknis, bahkan seperti bahasa seminar manajemen yang berjarak dari keseharian. Padahal, jika kita telusuri lebih dalam, 9 Box Talent sejatinya adalah sebuah cara sederhana untuk melihat pegawai dari dua sisi: apa yang ia capai hari ini, dan apa potensi yang ia miliki untuk masa depan.
Apa itu 9 Box Talent?
9 Box talent management adalah kerangka kerja yang digunakan dalam manajemen sumber daya manusia untuk menilai dan mengelompokkan karyawan berdasarkan dua dimensi utama, yakni kinerja dan potensi.
Sejarahnya kerangka kerja ini pertama kali dipopulerkan oleh McKinsey & Company pada tahun 1970-an. Sejak saat itu, kerangka kerja ini jadi salah satu yang populer dan banyak digunakan dalam talent management.
9 Box matrix ini akan membagi karyawan ke dalam sembilan kategori berdasarkan dua dimensi utama. Dimensi kinerja akan menggambarkan sejauh mana seorang karyawan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan dalam peran mereka saat ini. Sedangkan dimensi potensi, mengukur kemampuan seorang karyawan untuk berkembang dan beradaptasi.
Kemudian dengan dua dimensi tersebut akan dipetakan menjadi tiga level kinerja (tinggi, sedang, rendah) dan tiga level potensi (tinggi, sedang, rendah). Pemetaan ini menghasilkan sembilan kotak yang menggambarkan kombinasi yang berbeda antara kinerja dan potensi karyawan.
9 Kotak talent manajemen tersebut, terdiri dari:
- Kinerja Tinggi, Potensi Tinggi
- Kinerja Tinggi, Potensi Sedang
- Kinerja Tinggi, Potensi Rendah
- Kinerja Sedang, Potensi Tinggi
- Kinerja Sedang, Potensi Sedang
- Kinerja Sedang, Potensi Rendah
- Kinerja Rendah, Potensi Tinggi
- Kinerja Rendah, Potensi Sedang
- Kinerja Rendah, Potensi Rendah
Secara sederhana, 9 Box Talent ibarat peta perjalanan karier: di mana posisi seorang pegawai hari ini, dan kemana arah ia bisa bergerak esok hari.
Mengapa Pemda Menggunakannya?
Dalam birokrasi, masalah klasik yang sering muncul adalah stagnasi. Pegawai bekerja rutin bertahun-tahun, tapi tidak selalu ada peta yang jelas siapa yang siap naik jabatan, siapa yang perlu pembinaan, atau siapa yang sebaiknya diberi kesempatan rotasi. Akibatnya, promosi kadang lebih bergantung pada kedekatan dengan atasan atau sekadar faktor senioritas.
Dengan 9 Box Talent, Pemda Kuningan berupaya menghadirkan sistem yang lebih objektif. ASN dinilai bukan hanya dari hasil kerja tahunan, tetapi juga potensi jangka panjangnya. Harapannya, regenerasi kepemimpinan bisa lebih terukur dan adil.
Contoh Kasus: Kepala Dinas
Mari kita bayangkan sebuah contoh konkret. Seorang Kepala Dinas X selama lima tahun terakhir dikenal sangat kompeten. Ia mampu mengelola anggaran dengan baik, program-programnya berjalan, bahkan membawa penghargaan untuk daerah. Dari sisi kinerja, jelas ia berada di level tinggi.
Namun, belakangan muncul gejala baru. Energinya berkurang, inovasi berkurang, dan ia cenderung mengulang pola lama. Sementara itu, beberapa staf muda menunjukkan inisiatif segar, berani menyampaikan gagasan, dan mulai menjadi motor di lingkup kerja.
Di sinilah 9 Box Talent bekerja. Kepala dinas tersebut mungkin bergeser posisinya dari High Performance – High Potential ke High Performance – Medium Potential. Kinerjanya masih baik, tetapi potensi untuk tumbuh ke depan mulai stagnan. Dari hasil ini, Pemda bisa mengambil langkah:
- Apakah ia diberi pelatihan kepemimpinan lanjutan untuk mengembalikan semangat inovasinya?
- Apakah ia perlu rotasi ke jabatan lain agar keluar dari zona nyaman?
- Ataukah justru memberi kesempatan staf muda untuk naik, sementara sang kepala dinas diberi peran sebagai mentor?
Dengan begitu, keputusan tidak lagi sekadar berdasar “siapa dekat dengan bupati” atau “siapa paling lama bekerja,” melainkan berdasar peta objektif tentang kinerja dan potensi.
Kelebihan 9 Box Talent
- Sederhana tapi kuat. Visualisasi sembilan kotak memudahkan siapa pun memahami posisi pegawai.
- Menggabungkan dua dimensi penting. Tidak hanya menilai hasil kerja hari ini, tapi juga memproyeksikan masa depan.
- Mendukung regenerasi. Bakat muda bisa terbaca lebih cepat, sehingga jalur suksesi lebih jelas.
- Alat komunikasi yang efektif. Pimpinan dapat membicarakan pengembangan karier dengan lebih konkret kepada pegawai.
Kekurangan 9 Box Talent
Namun, alat ini bukan tanpa kelemahan.
- Subjektivitas masih mungkin terjadi. Apa yang disebut “potensi” seringkali bias. Pegawai yang pandai berkomunikasi bisa dianggap lebih berpotensi daripada yang pendiam meski sama-sama cerdas.
- Risiko label. ASN yang ditempatkan di kotak “low potential” bisa merasa dicap, padahal potensi bisa muncul dalam konteks berbeda.
- Butuh tindak lanjut. Tanpa program nyata (pelatihan, coaching, rotasi), 9 Box Talent hanya jadi gambar indah tanpa makna.
- Tergantung keberanian politik. Jika pimpinan daerah tidak konsisten, kotak ini bisa kalah oleh intervensi kepentingan.
- Kriteria yang jelas. Bupati melalui kepala BKPSDM harus secara gamblang kriteria apa saja yang bisa menjadikan seorang ASN itu baik atau buruk. Ini harus disampaikan diawal dan bahkan terbuka secara publik. Agar publik pun dapat menjadi control sosial jika dikemudian hari terdapat hal yang janggal atau menyimpang.
Pengingat untuk pemerintah
Di titik inilah kita perlu kritis. Pemda Kuningan boleh saja menerapkan 9 Box Talent, tetapi keadilan tidak berhenti pada kotak-kotak itu. Ia harus disertai kriteria yang transparan, proses penilaian yang akuntabel, serta tindak lanjut yang jelas. Jangan sampai ASN rajin dan berbakat justru terhenti karena politik birokrasi lebih berkuasa dibandingkan sistem yang objektif.
Selain itu, pemerintah harus hati-hati dalam memberi label. ASN yang hari ini berada di kotak “medium” atau “low” bukan berarti gagal. Bisa jadi mereka hanya membutuhkan konteks berbeda, mentoring yang tepat, atau ruang aktualisasi yang belum dibuka.
9 Box Talent bukanlah penentu nasib, melainkan alat bantu membaca peta perjalanan karier. Ia memberi gambaran siapa yang sedang berlari kencang, siapa yang perlu dorongan, dan siapa yang mungkin membutuhkan jalan berbeda.
Jika dijalankan dengan konsisten, transparan, dan berorientasi pada pengembangan, kebijakan ini bisa melahirkan birokrasi yang lebih segar, adil, dan siap menghadapi tantangan baru. Namun, jika hanya dijadikan formalitas. Ia tak lebih dari kotak-kotak kertas yang sunyi indah dipandang, tapi kosong dari makna seperti wapres Konoha yang kosong, tidak berisi dan tidak beretika.**
Sela Waktu – Ageng Sutrisno

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.