Menjemput Babak Baru LPPL Kuningan, Akankah Melesat/ Meleset?
SETIAP lembaga publik memiliki siklusnya sendiri. Ada masa bertumbuh, ada masa bertahan, dan ada saat yang menuntut keberanian untuk berbenah. LPPL Kuningan hari ini tampaknya berada di persimpangan itu. Radio masih mengudara, streaming masih setia menemani. Sebuah tanda bahwa LPPL belum benar-benar padam.
Namun kita juga tahu, dunia penyiaran telah berubah jauh lebih cepat dari sekadar gelombang suara. Ruang publik kini berpindah ke layar-layar kecil di tangan warga. Di sanalah percakapan berlangsung, persepsi dibentuk, dan kedekatan dengan publik dipertaruhkan. Kehadiran LPPL di ruang digital bukan lagi sekadar tren atau pilihan gaya hidup lembaga, melainkan pemenuhan hak publik atas informasi yang cepat, mudah, dan akuntabel.
Dalam konteks itulah, penetapan Direktur Utama baru, Bapak Ondin Sutarman, menjadi penanda penting. Pengalaman panjang beliau di dunia media adalah modal yang tidak kecil. Ia tentu memahami bahwa media hari ini tidak cukup hanya hadir, tetapi harus dirasakan kehadirannya. Didampingi Bapak Dede Hamidin sebagai Direktur Operasional, LPPL Kuningan sejatinya memiliki kombinasi yang menjanjikan: visi dan pengalaman di satu sisi, serta penguatan tata kelola di sisi lain. Sebuah duet yang, jika dikelola dengan arah yang jelas, dapat membuka lembaran baru.
Harapan publik pun sebenarnya tidak berlebihan. Bukan menuntut lonjakan instan, bukan pula menagih kesempurnaan. Yang dinanti hanyalah tanda-tanda kehidupan.
Website yang kembali bernapas dengan pembaruan rutin, sebab kami melihat pembaruan terakhir berhenti di bulan November.
Media sosial seperti TikTok dan Instagram yang mulai menyapa, meski dengan langkah sederhana, karena sejauh ini kami melihat LPPL belum memiliki kanal tersebut secara optimal untuk bekerja. Begitu pula YouTube yang pelan-pelan diisi; bukan sekadar mengejar viral, melainkan untuk relevansi, karena saluran ini sangat dibutuhkan warga sebagai dokumentasi publik.
LPPL Kuningan tidak harus berlomba dengan media komersial. Ia justru memiliki keunggulan yang tidak dimiliki banyak media lain: kedekatan dengan warga, akses pada informasi lokal, serta legitimasi sebagai lembaga penyiaran publik. Sebagai lembaga publik, ada tanggung jawab moral untuk memastikan setiap warga, dari pelosok desa hingga pusat kota, dapat mengakses informasi pembangunan daerah dengan sekali sentuh di layar ponsel mereka.
Secara pribadi, saya merindukan kesegaran dari lembaga pemerintah yang sering dianggap layu, serta fleksibilitas dari institusi yang kerap dipersepsikan kaku. Saya percaya LPPL Kuningan mampu menjawab itu melalui Instagram sebagai kanal informasi yang relatable; TikTok dengan konten edukatif-hiburan yang sarat nilai lokal; serta YouTube yang diisi talkshow inspiratif, dialog warga, dan cerita Kuningan yang bermakna.
Momentum kepemimpinan baru adalah waktu terbaik untuk menata ulang arah. Bukan sekadar memperluas platform, melainkan menyegarkan cara berpikir. Bahwa media publik hari ini bukan lagi semata soal siaran, tetapi soal hubungan antara lembaga dan warga, antara informasi dan kepercayaan.
Tentu, perubahan tidak selalu mudah. Ada keterbatasan anggaran dan persoalan sumber daya manusia. Namun, mengelola media sosial sebenarnya tidak melulu soal peralatan mahal atau biaya tinggi. Cukup dengan SDM yang kreatif dan peka terhadap perkembangan teknologi, itu sudah menjadi modal utama untuk melesat sesuai visi Kuningan.
Tulisan ini adalah harapan yang disampaikan dengan penuh hormat. Bahwa LPPL Kuningan dapat tumbuh menjadi media publik yang lebih hidup, terbuka, dan dekat dengan warga. Karena media publik yang baik bukan hanya yang terdengar, melainkan yang hadir dan dirasakan.
Dan barangkali, babak baru itu sedang dimulai sekarang.
Kita akan berjumpa lagi dalam tulisan “Menjemput Babak Baru LPPL Kuningan” tiga bulan ke depan. Saya berharap saat itu tiba, saya bisa tersenyum simpul melihat LPPL hadir dengan Instagram yang penuh interaksi, TikTok dengan konten hebat, serta YouTube yang banjir pengikut. Saya benar-benar percaya, di bawah jajaran direksi dan dewan pengawas sekarang, LPPL bisa menjadi media yang hidup, mencerdaskan, dan benar-benar milik publik.
Sebagai masyarakat, anggap saja ini adalah bentuk dukungan agar LPPL bisa sinkron mendukung visi Bupati Dian yakni “Kuningan Melesat”. Namun, jika tiga bulan ke depan tidak ada perubahan, maka tagline tersebut akan berubah dengan sendirinya menjadi “Meleset”.**
Ageng Sutrisno
Penulis Sela Waktu, Kolom Mingguan di inilahkuningan
Menulis tentang kehidupan, kemanusiaan, sosial politik, dan hal-hal yang sering luput dari statistik.
Jika sedang tidak menulis, biasanya sedang berpikir kenapa harga nasi goreng terus naik.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.