Sudah Saatnya Bupati Menyentuh Nasib PDAU Kuningan
DI SETIAP daerah, ada lembaga yang kerap disebut-sebut tetapi jarang dirasakan manfaatnya secara nyata. Di Kuningan, nama itu adalah PDAU—Perusahaan Daerah Aneka Usaha atau sekarang Bernama Perumda Aneka Usaha. Sebuah institusi yang, sesuai namanya, seharusnya bisa menjadi tulang punggung aneka usaha, membuka lapangan kerja, menggerakkan ekonomi, dan menjadi motor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, kenyataan yang kita lihat justru sebaliknya: PDAU lebih sering menjadi beban, bukan berkah.
Beberapa waktu lalu saya menulis, “PDAU: dari aneka usaha menjadi aneka alasan.” Tulisan itu menyingkap wajah PDAU yang lebih pandai membuat dalih ketimbang menunjukkan karya. Tapi kali ini, saya ingin melangkah lebih jauh. Sebab, kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan manajemen, atau direksi semata. Ada satu tangan yang sebenarnya punya kuasa penuh, namun hingga kini belum benar-benar bergerak: Bupati Kuningan selaku kuasa pemilik modal.
PDAU sebagai Cermin Kemandirian
Secara ideal, keberadaan perusahaan daerah adalah jawaban atas tantangan otonomi. Jika kabupaten ingin mandiri, tidak bisa hanya mengandalkan dana transfer pusat. PDAU lah yang seharusnya hadir sebagai ujung tombak ekonomi daerah: mengelola aset, menggarap sektor potensial, membuka peluang bagi UMKM, hingga merancang inovasi bisnis.
Namun apa yang kita saksikan? PDAU lebih sering jadi tempat “parkir jabatan” bagi orang-orang tertentu. Struktur gemuk, inefisiensi, dan stagnasi usaha menjadi cerita lama yang berulang. Publik melihat PDAU ada, tetapi tidak merasakan manfaatnya. Ia seakan hidup segan, mati tak mau.
Padahal, Kuningan memiliki potensi besar. Pariwisata, misalnya, bisa menjadi lini usaha yang menjanjikan bila dikelola dengan profesional. Distribusi pangan, perdagangan, hingga pengelolaan properti juga bukan mustahil untuk dioptimalkan. Sayangnya, potensi itu terkurung dalam birokrasi dan kepentingan politik yang kerap mengekang.
Bupati dan Political Will
Di sinilah letak persoalannya: PDAU akan tetap mandek jika Bupati tidak segera menyentuhnya. Dalam sistem pemerintahan daerah, kepala daerah memiliki posisi kunci. Ia berhak menunjuk direksi, mengatur arah kebijakan, bahkan melakukan evaluasi dan restrukturisasi. Dengan kata lain, bola ada di tangan Bupati saat ini.
Pertanyaannya: mengapa hingga kini PDAU seperti dibiarkan berjalan tanpa arah? Apakah karena terlalu rumit disentuh? Apakah ada kepentingan yang membuatnya sengaja dibiarkan? Atau jangan-jangan memang lupa bahwa Kuningan memiliki perumda yang satu ini? Anggap saja tulisan ini sebagai pengingat.
Kita tidak bisa menutup mata bahwa PDAU kerap dianggap “sarang sulit”. Menyentuhnya berarti berhadapan dengan banyak kepentingan, dari birokrasi, pegawai, hingga elite politik. Tapi bukankah itulah ujian kepemimpinan? Pimpinan daerah tidak hanya ditunggu untuk meresmikan jalan, menghadiri acara seremonial, atau membagi sembako. Ia ditunggu untuk mengambil keputusan strategis yang sulit, yang mungkin tidak populer, tetapi sangat dibutuhkan.
Jalan Pembenahan
Maka, jika Bupati ingin meninggalkan warisan yang berarti, PDAU harus disentuh dengan serius. Ada beberapa langkah konkret yang bisa ditempuh:
- Audit Terbuka dan terukur
Audit menyeluruh dan transparan menjadi langkah awal. Publik perlu tahu seberapa besar potensi PDAU yang hilang, bocor, atau tidak dimanfaatkan. Namun jangan lupa tenggang waktu yang diberikan tidak boleh molor atau ngaret
- Efisiensi SDM
Gemuknya struktur tanpa produktivitas hanya membebani. Efisiensi bukan berarti memutus nafkah, tetapi menata ulang agar setiap orang benar-benar punya peran dan target. Untuk ASN bupati sudah menggandeng manajemen talenta, padahal pendekatan SDM tersebut akan sangat ideal jika diterapkan juga dalam BUMD karena awalnya memang dipopulerkan Mc.Kensey bagi korporasi.
- Profesionalisme Direksi
Sudah saatnya direksi dipilih bukan karena kompromi politik, melainkan karena kapasitas usaha. Daerah ini tidak kekurangan putra-putri yang cakap bisnis dan berintegritas. Tidak cukup hanya pencitraan pribadi namun juga rekam jejak yang utuh. Pemda tidak ada salahnya menggelar jajak pendapat terkait siapa yang layak memimpin perusahaan daerah ini.
- Arah Bisnis Jelas
PDAU tidak bisa lagi dibiarkan menggarap “apa saja.” Harus ada fokus: misalnya pariwisata unggulan, distribusi pangan, atau pengelolaan aset. Tanpa arah jelas, PDAU akan terus menjadi aneka alasan.
Menunggu Keberanian
PDAU adalah cermin bagi Kuningan. Selama ia lemah, Kuningan akan tetap tergantung pada dana pusat. Selama ia tidak digarap, rakyat akan tetap bertanya-tanya: untuk apa PDAU ada?
Karena itu, sudah saatnya Bupati turun tangan. Menyentuh PDAU bukan sekadar soal bisnis, melainkan soal keberanian politik. Bupati perlu menunjukkan bahwa ia tidak takut menghadapi kepentingan jangka pendek demi masa depan daerah yang lebih panjang.
Kalau Bupati serius, ia bisa meninggalkan jejak sejarah sebagai pemimpin yang berani menata perusahaan daerah. Tapi jika tidak, PDAU akan tetap menjadi perusahaan daerah dengan “aneka alasan”—judul lama yang terus diputar tanpa akhir.
Sela Waktu – Ageng Sutrisno

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.