BTNGC Kuningan Singgung Isu Exsploitasi Geothermal Di Gunung Ciremai, Ini Katanya!
INILAHKUNINGAN- Kepala Badan Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Kabupaten Kuningan, Toni Anwar Shut menyinggung isu eksploitasi potensi geothermal atau panas bumi di Gunung Ciremai. Ditegaskan, bahwa secara regulasi kegiatan geothermal sebagai sumber energi terbarukan yang bersih, stabil, dan berkelanjutan, dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik (PLTP), memanaskan bangunan, pemandian air panas, hingga pengeringan hasil pertanian ini, dimungkinkan di kawasan konservasi dengan izin ketat dan kajian mendalam.
“Panas bumi kini dikategorikan sebagai jasa lingkungan dan energi baru terbarukan. Tapi prinsipnya, setiap pemanfaatan harus aman secara regulasi, teknis, ekologis, sosial, dan ekonomi,” ucap Toni Anwar, disela Diskusi bersama Jurnalis di Dapur J&J Kuningan, Rabu (24/12/2025)
Dijelaskan Toni Anwar, BTNGC tidak berada pada posisi mendukung atau menolak, melainkan memastikan seluruh proses berjalan sesuai aturan dan tidak merusak fungsi utama konservasi.
Sejak ditetapkan menjadi taman nasional, ungkap dia, tutupan lahan Gunung Ciremai menunjukkan tren positif. Dari sekitar 53 persen pada 2004, meningkat menjadi 80 persen pada 2021.
“Ini tidak lepas dari perubahan pola pengelolaan dan keterlibatan masyarakat. Dulu ada ribuan penggarap sayuran, kini beralih ke sektor wisata dan kemitraan konservasi,” ungkap Toni.
BTNGC juga mencatat peningkatan data keanekaragaman hayati, termasuk hasil kamera jebak yang merekam keberadaan satwa liar seperti macan tutul. Selain itu, BTNGC telah mengembangkan berbagai inovasi berbasis sumber daya hayati, seperti pengatur tumbuh tanaman, anti frost, dan anti hama yang berpotensi menekan biaya produksi pertanian masyarakat.
“Inovasi ini lahir karena kemurnian ekosistem Ciremai masih terjaga,” katanya
Menurut Toni Anwar, TNGC memiliki karakteristik relatif unik dibanding taman nasional lain. Sejak ditetapkan pada 2004, kawasan ini terdiri dari wilayah gunung yang berbatasan langsung dengan lahan milik masyarakat, HGU, hingga kawasan non-konservasi.
“Di beberapa titik memang masih ada persoalan batas kawasan dan klaim lahan dari pihak lain. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, karena kewenangan kami hanya di dalam kawasan taman nasional,” jelasnya.
Selain itu, BTNGC juga tengah mengidentifikasi sekitar 1.800 hektare kawasan penyangga di luar taman nasional yang memiliki nilai ekologis tinggi, seperti koridor satwa dan daerah resapan air. Langkah ini sejalan dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2024, meskipun aturan turunannya masih menunggu peraturan pemerintah./tat azhari

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.