20 Tahun Kuningan Sebagai Kabupaten Konservasi Dievaluasi, Ini Kekurangannya!
INILAHKUNINGAN- Pusat Studi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Fakultas Hukum, Universitas Kuningan mengevaluasi 20 Tahun Kebijakan Kabupaten Konservasi di Kabupaten Kuningan, di Aula Fakultas Hukum Uniku, Selasa (10/6/2025)
Evaluasi dikemas dalam Wadah Ngeteh, atau Ngebahas Tentang Hukum. Tampil sebagai Narsumber utama, selain Dekan Fakultas Hukum Uniku Prof Dr Suwari Akhmadhian, juga Pelaku Sejarah Penandatanganan Deklarasi Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi, yang juga Tokoh Anak Rimba Kuningan (Akar), Avo Juhartono.
Avo Juhartono menyampaikan sejarah dan evaluasi Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi. Dimana, pada 16 Februari 2006 adalah momentum sejarah Kuningan dalam memulai komitmen tata kelola pemerintahan berwawasan lingkungan dengan membuat berbagai peraturan pendukung konservasi. Mulai dari Perda Kebun Raya Kuningan, Perda Konservasi Sumberdaya Air, Perda Hutan Kota, Perda Satwa Burung dan Ikan, hingga perda lain.
Evaluasinya, menurut dia, masih ada pekerjaan rumah (PR). Diantaranya kerangka hukum berupa perda konservasi belum terbentuk, juga implementasi nilai-nilai konservasi belum optimal dipahami oleh masyarakat dan aparatur pemerintah daerah sendiri.
“Akibatnya, kita bisa lihat sampai saat ini, tata kelola di lapangan masih tertinggal dari konsep Kabupaten Konservasi,” kritik Aktivis Lingkungan Kuningan ini
Prof Dr Suwari Akhmaddhian menyatakan, bahwa 20 Tahun Kebijakan Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi harus dievaluasi. Sehingga akan terlihat, pada titik mana perlu perbaikan atau peningkatan. Apalagi konsep Kabupaten Konservasi sejalan dengan konstitusi. Dimana, pembangunan harus sejalan dengan asas berkelanjutan dan asas berwawasan lingkungan.
“Menurut Prof. Hariadi Kartodihardjo untuk mengukur sebuah kabupaten sudah menjadi Kabupaten Konservasi, ada 3 prinsip dan 6 kriteria yang harus dipenuhi. Yaitu prinsip keberadaan kawasan yang memiliki fungsi konservasi. Kriterianya memiliki kawasan konservasi cukup luas. Saat ini kuningan mempunyai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Kriterianya memiliki kawasan lain yang mempunyai nilai konservasi tinggi. Saat ini Kuningan mempunyai Kebun Raya Kuningan, hutan kota, dan hutan kehati, dan lainnya.
Prinsip 2 ialah komitmen politik terhadap konservasi. Kriterianya memiliki komitmen politik yang dituangkan dalam dokumen daerah. Saat ini Kuningan belum mempunyai Perda Kabupaten Konservasi seperti Kabupaten Kapuas Hulu, dan Kabupaten Malinau. Kriterianya dukungan politik dari masyarakat dan para pihak yang ditunjukan oleh mekanisme konsultasi public. Saat ini Kuningan mempunyai NGO yang konsisten mendukung pelestarian lingkungan yaitu AKAR dan berbagai komunitas lainnya seperti akademisi dan praktisi lingkungan.
Prinsip 3 adalah, terdapat sistem kelembagaan yang menunjang konservasi. Kriterianya mempunyai struktur organisasi formal dan non formal dengan tugas pokok dan fungsi serta peran yang mendukung konservasi. Saat ada Dinas Lingkungan Hidup harusnya diperkuat dengan berubah menjadi Dinas Lingkungan Hidup dan Konservasi Kuningan.
Kriterianya selanjutnya memiliki regulasi daerah yang berorientasi atau mendukung konservasi. Saat ini Kuningan sudah ada berbagai regulasi pendukung seperti Perda Kebun Raya, perda konservasi sumberdaya air, perda hutan kota, perda satwa burung dan ikan, dan perda lainnya yang relevan.
“Tentunya Kebijakan Kuningan Kabupaten Konservasi perlu diperkuat dengan diterbitkannya Perda Kabupaten Konservasi dan penguatan kelembagaan yang mendukung konservasi di Kuningan,” ungkap dia
Maka Prof Dr Suwari berharap 16 Februari 2026 kekurangan kebijakan Kuningan Kabupaten Konservasi dapat dilengkapi. Kuningan Kabupaten Konservasi merupakan bentuk tata kelola pemerintahan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan visi misi Bupati Kuningan. Yaitu Lestari.
“Artinya pembangunan sosial dan fisik berlangsung dalam bingkai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip konservasi. Sedangkan misinya ialah menjaga komitmen kelestarian sumberdaya alam, daerah tangkapan air dan mengurangi emisi lingkungan,” papar Dosen Fakultas Hukum Uniku ini.
Terpisah Dosen Fakultas Kehutanan Uniku Dr Toto Supartono mengingatkan, bahwa TNGC sebagai kawasan konservasi harus dijaga supaya tetap lestari dan menghindari pemanfaatan yang merugikan.
“Sedangkan di luar kawasan konservasi pembangunan atau alih fungsi lahan harus juga memperhatikan lingkungan dengan membuat sumur resapan, embung, lubang biopori dan penutupan lahan menggunakan paving block tidak boleh di aspal atau di cor beton,” katanya
Wakil Rektor Uniku Dr Haris Budiman juga mengingatkan, bahwa alih fungsi lahan harus memperhatikan penataan ruang yang baik. Sehingga bencana kekeringan dan kebanjiran bisa dikendalikan.
“Saat ini Kuningan menjadi urutan ke 5 di Jawa Barat dalam Indeks Resiko Bencana Indonesia tahun 2024. Sebelumya pada tahun 2023 pada urutan ke 13. Ini tentunya sangat mengkhawatirkan,” ungkap dia./tat azhari

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.