Konsisten! KTH Siliwangi Majakuning Tanam 1.000 Pohon Di Lereng Ciremai
INILAHKUNINGAN– Organisasi yang dikenal sangat peduli terhadap kelestarian hutan, kembali melanjutkan kegiatan penanaman pohon pada Desember 2025.
Pengurus dan anggota paguyuban kompak menanam sebanyak 1.000 pohon di tebing curam dengan kemiringan sekitar 70 derajat.
Lokasinya membentang sepanjang kurang lebih 300 meter di Desa Bantaragung, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka.
Kawasan yang dikenal warga sebagai Blok Wadasari ini merupakan akses utama menuju Bumi Perkemahan Awi Lega, kawasan yang ramai dikunjungi wisatawan setiap akhir pekan.
Blok Wadasari masuk dalam zona tradisional Taman Nasional Gunung Ciremai.
Kawasan ini merupakan eks lokasi kebakaran hutan yang beberapa kali menghanguskan ekosistem setempat dalam rentang 2019 hingga 2021.
Sejak itu, area tersebut menjadi lokasi pemulihan ekosistem secara berkelanjutan. Penanaman kali ini pun bukan yang pertama dilakukan.
KTH Wanakarya Desa Bantaragung menjadi tuan rumah kegiatan. Sesuai tradisi paguyuban, penanaman turut didukung anggota KTH lain dari Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Jumlah peserta yang terlibat mencapai lebih dari 50 orang.
Paguyuban menyediakan bibit pohon endemik, di antaranya huru, peutag, picung, dan jenis lokal lainnya.
Tanaman tersebut dipilih karena sesuai dengan karakter lanskap setempat memiliki sistem perakaran kuat, mampu mengikat tanah, serta berfungsi menahan laju erosi pada lereng terbuka.
“Ini area bekas kebakaran hutan. Upaya pemulihan sudah berjalan, tapi tantangan terbesarnya ada pada pemeliharaan. Dengan keterlibatan KTH, kami optimistis suksesi vegetasi bisa terjaga,” ujar Ketua Paguyuban KTH Silihwangi Majakuning, Nandar.
Menurut Nandar, dalam perspektif ekologi hutan, lahan terbuka di lereng curam berisiko mengalami erosi permukaan, kehilangan lapisan tanah atas (topsoil), serta meningkatnya potensi kebakaran berulang jika tidak segera ditangani.
Sepanjang 2025, Paguyuban Silihwangi Majakuning tercatat telah belasan kali menggelar kegiatan penanaman di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Anggotanya berasal dari desa-desa penyangga yang memiliki relasi historis panjang dengan hutan
Sejak masa pengelolaan Perhutani, masyarakat setempat terlibat dalam pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Praktik tersebut membentuk pengetahuan lokal tentang lanskap dan siklus alam Ciremai.
Bagi sebagian warga, hidup berdampingan dengan hutan juga menjadi sumber penghidupan untuk menopang ekonomi keluarga.
“Warga di perbatasan taman nasional menggantungkan hidupnya dari gunung. Air dan perlindungan berasal dari hutan. Karena itu kami, sebagai paguyuban pembina KTH, merasa memiliki kewajiban menjaga Ciremai tetap lestari,” kata Nandar.
Pengetahuan lokal tersebut terlihat saat kebakaran besar melanda Ciremai pada 2019 hingga 2021. KTH yang tergabung dalam paguyuban terlibat langsung dalam upaya pemadaman.
Pasca kebakaran, mereka melanjutkan pengamanan kawasan, pembangunan sekat bakar, serta patroli titik api.
Dalam tata kelola kehutanan, peran ini dikenal sebagai community-based fire management, pendekatan yang mengandalkan respons cepat masyarakat sekitar hutan.
Hal senada disampaikan Rakim, Ketua KTH Wanakarya Desa Bantaragung. Menurut dia, Blok Wadasari dan sekitarnya telah beberapa kali menjadi lokasi penanaman. Kegiatan tidak berhenti pada penempatan bibit, tetapi dilanjutkan dengan perawatan berkala.
Kalau lahan ini dibiarkan terbuka, risikonya erosi besar. Apalagi jalurnya ramai pengunjung. Karena itu harus ditanami supaya lereng lebih stabil,” ujar Rakim, sembari menunjukkan arus wisatawan yang melintas menuju area perkemahan.
Rakim menjelaskan, pemeliharaan dilakukan setiap tiga bulan, termasuk penyulaman dengan mengganti tanaman yang mati menggunakan bibit baru.
Kegiatan ini direncanakan berlangsung selama dua tahun untuk memastikan tanaman mampu bertahan hingga membentuk tajuk dan sistem perakaran yang kuat.
“Menanam itu mudah. Merawat yang sulit. Kalau ada yang mati, kami ganti. Anggota siap diturunkan lagi,” ujarnya.
Di luar rehabilitasi, KTH juga menjalankan fungsi pengawasan kawasan. Aktivitas rutin di hutan membuat anggota cepat mengenali potensi pembalakan liar dan pelanggaran zonasi
Peran ini menempatkan KTH sebagai perpanjangan pengawasan negara di lapangan sekaligus penyangga ekologi kawasan taman nasional. Di lereng curam Desa Bantaragung, penanaman pohon bukan sekadar menambah tutupan hijau.
Kegiatan ini merekam hubungan panjang masyarakat desa penyangga dengan hutan Ciremai, sebuah praktik konservasi berbasis komunitas yang terus bekerja di tengah meningkatnya minat wisata alam. Ancaman kebakaran, dan upaya menjaga keseimbangan ekosistem pegunungan./tat azhari

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.