INILAHKUNINGAN- Pemeriksaan 10 saksi, hingga penetapan 2 tersangka pengeroyokan Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Perhubungan (Dishub) Kuningan, Wawan, oleh Satreskrim Polres Kuningan, disikapi Pakar Hokum Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana.

Dadan Somantri menegaskan, bahwa Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan kewajibannya menangani perkara Tindak Pidana diberi kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan sebagaimana telah diatur dalam rumusan Pasal 7 ayat 1 huruf I, Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dan Pasal 16 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

“Kemudian atas dasar ada kewenangan pihak Kepolisian tersebut, agar dapat memberikan kepastian hukum serta terpenuhinya rasa keadilan pada masyarakat, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menetapkan peraturan yang mengatur tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 tahun 2021,” terang Dadan Sonantri, yang juga Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia Kabupaten Kuningan, Rabu (11/09/2024), kepada InilahKuningan

Dijelaskan, Restorative Justice atau Keadilan Restorative adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Dengan begitu, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan mekanisme yang berfokus pada pemidaan yang diubah menjadi dialog dan mediasi yang didalam prosesnya melibatkan semua pihak terkait dengan tujuan agar terciptanya kesepatakan terhadap penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang, baik bagi pihak korban maupun bagi pelaku tindak pidana.

“Pasal 2 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif pada intinya menyatakan bahwa penyelesaian perkara Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dilaksanakan pada kegiatan penyelidikan atau penyidikan oleh Penyidik Polri, sehingga atas perkara tersebut dapat dilakukan penghentian penyelidikan atau penyidikan,” terang Dadan Somantri lagi

Kemudian pada Pasal berikutnya, pada intinya menyatakan bahwa penanganan tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif haruslah memenuhi Persyaratan Umum yaitu persyaratan materil dan persyaratan formil, dan memenuhi Persyaratan Khusus yang merupakan persyaratan tambahan untuk perkara Tindak Pidana informasi dan transaksi elektronik, narkotika dan lalu lintas.

Adapun yang menjadi persyaratan materiil dalam penanganan perkara Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme, bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan, dan bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana terhadap nyawa orang.

“Sedangkan yang menjadi persyaratan formil adalah adanya perdamaian dari kedua belah pihak yang dibuktikan dengan adanya surat pernyataan tentang kesepakatan perdamaian, serta adanya pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku yaitu dapat berupa mengembalikan barang, mengganti kerugian, menggantikan biaya yang timbul dari akibat Tindak Pidana, dan atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” papar dia

Atas dasar uraian tersebut diatas, maka terhadap penanganan perkara Tindak Pidana Pengeroyokan sebagaimana diatur dalam rumusan Pasal 170 ayat 1 KUHP pada tahap penyelidikan atau penyidikan ditingkat Kepolisian, tentunya dapatlah diselesaikan melalui mekanisme Keadilan Restoratif atau Restorative Justice selama syarat Materil dan syarat Formil yang tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 tahun 2022 telah terpenuhi.

“Sehingga baik korban ataupun pelaku tindak pidana dapat kembali pulih pada keadaan semula, dan terpenuhinya rasa keadilan pada masyarakat serta terwujudnya keseimbangan perlindungan hukum untuk kepentingan korban dan pelaku yang tidak berorientasi pada pemidanaan,” jelas Dadan Somantri./tat azhari