INILAHKUNINGAN- Kebijakan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang meloloskan secara akademik atau testing rangking tertinggi telah menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan tenaga honorer. Terutama honorer yang sudah mengabdikan dirinya belasan tahun.

“Walau banyak honorer lulus dalam tahapan tes, tapi masih banyak tenaga honorer yang sudah mengabdikan diri lebih lama tidak terakomodir karena kalah saing secara akademik. Aspirasi kecewa honorer ini kami tangkap, kasian mereka,” ungkap Aktivis Kuningan, Muhamad Hanif, Senin (06/01/2025), kepada InilahKuningan

Kejadian ini, tentu dianggap sebagai bentuk pengabaian terhadap dedikasi dan kontribusi para honorer yang telah bertahun-tahun memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Sejak lama, tenaga honorer menjadi ujung tombak dalam mendukung operasional layanan publik, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan administrasi pemerintahan. Namun, keputusan yang memberikan kesempatan kepada individu tanpa menghargai masa bakti pengabdian untuk menjadi PPPK seolah menutup mata terhadap mereka yang telah mengabdi selama puluhan tahun tanpa kepastian status kepegawaian.

Jika memang program ini untuk menghargai kepada tenaga honorer yang sudah mengabdikan lebih lama, apalagi secara usia yang sudah menginjak kepala 40 ke atas, mereka sudah bukan saatnya untuk bersaing secara akademik karena secara pengabdian mereka sudah tinggal didefinitifkan saja melalui pengangkatan otomatis tanpa lewat testing akademik.

Meskipun PPPK ini ada dua jenis, penuh waktu dan paruh waktu. Tapi tetap akan menganggu semangat kinerja kepada yang mendapatkan paruh waktu karena ada sebuah perbedaan di dalam hak-haknya sebagai PPPK.

“Ini adalah ironi pahit. Para honorer yang selama ini mengisi kekosongan peran vital di berbagai institusi pemerintah justru terpinggirkan,” ujar Muhamad Hanif

Hanif berharap kebijakan yang lebih adil, yang memberi prioritas kepada mereka yang telah membuktikan komitmen mereka di lapangan. Dalam hal ini, pemerintah daerah seharusnya mengambil peran aktif untuk mendorong pengangkatan honorer lama menjadi PPPK. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Prioritas Seleksi: Menyusun mekanisme seleksi yang memberikan bobot tambahan bagi pengalaman dan masa pengabdian honorer.
  2. Pendataan Honorer: Memperbarui dan mengakuratkan data honorer yang telah lama mengabdi sebagai dasar pertimbangan dalam rekrutmen PPPK.

Landasan hukum yang mendasari langkah-langkah ini di antaranya adalah:

  • UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN): Mengatur tentang pengelolaan pegawai ASN yang mencakup PPPK dan pentingnya prinsip merit dalam pengangkatan.
  • PP No. 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK: Menjelaskan tata cara pengangkatan, termasuk asas keadilan dan prioritas kepada tenaga yang sudah lama mengabdi.
  • Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB): Mengatur proses seleksi PPPK yang adil dan transparan.
  • Peraturan Daerah (Perda) atau Kebijakan Khusus Pemerintah Daerah: Diharapkan dapat memperkuat perlindungan terhadap honorer lokal sesuai kebutuhan daerah masing-masing.

Kebijakan ini tidak hanya akan menjadi bentuk penghargaan atas jasa honorer, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam membangun sistem yang adil dan meritokratis. Mengabaikan mereka yang telah lama mengabdi dapat menciptakan kesenjangan sosial dan moral yang lebih dalam.

“Kami mengajak semua pihak, termasuk para pemangku kebijakan, masyarakat, dan media, untuk bersama-sama mendesak pemerintah agar lebih bijak dalam merumuskan kebijakan terkait pengangkatan PPPK. Jangan sampai dedikasi honorer yang telah lama berkontribusi justru dibalas dengan kekecewaan,” ajak Hanif./tat azhari