INILAHKUNINGAN– Insiden gagal bayar APBD Kuningan hingga 2024, terus dikeluhkan para pengusaha. Sesepuh Paguyuban Penyedia Kuningan, H Iwan Setiawan prihatin fenomena gagal bayar Kuningan sejak tahun 2022, masih berlangsung sampai  tahun 2024.

Menurut Iwan Iba sapaan akrabnya, secara umum gagal bayar di Kuningan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Yaitu tidak melibatkan legislative dalam membahas hasil evaluasi gubernur terhadap APBD perubahan 2022, proyek tidak didasari perencanaan matang, pengurasan kas daerah secara signifikan.

“Dari kacamata penyedia sebenarnya bila suatu paket pekerjaan dilelangkan, maka pemerintah sudah bersiap dengan konsekuensi. Yaitu melakukan pembayaran ketika projek tersebut selesai dilaksanakan. Apabila tidak terealisasi maka akan terjadi wanprestasi oleh pemerintah,” ucap Iwan Iba, Senin (28/10/2024), kepada InilahKuningan

Merujuk pada setiap lelang pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah minimal berisi tentang Standar Dokumen Pengadaan (SDP) berisi tentang persyaratan kualifikasi, administrasi dan teknis, merupakan penerapan dari Perpres No. 12 Tahun 2021, gambar teknis, spesifikasi teknis, Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-syarat Khusus Kontrak (SSKK) yang berisi utamanya tentang kontrak, pengertian dan istilah yang dipakai,  hak dan kewajiban serta sangsi/denda maupun kompensasi ketika terjadi ketidaksesuaian kontrak atau wanprestasi.

Menitik beratkan pada SSUK dan SSKK berisi tentang hak dan kewajiban masing-masing, bahwa pada SSUK point 62 soal pembayaran denda penyedia  berkewajiban  untuk  membayar sanksi finansial  berupa  denda  sebagai  akibat  wanprestasi atau  cedera  janji  terhadap  kewajiban-kewajiban penyedia dalam kontrak ini.

“Pejabat Penandatangan Kontrak mengenakan  denda  dengan  memotong angsuran pembayaran prestasi pekerjaan Penyedia. Pembayaran  denda  tidak  mengurangi  tanggung jawab kontraktual Penyedia,” terang dia

Menurut Iwan Iba, ada 2 mekanisme pengenaan denda. Yaitu 1/mil per hari dari Nilai Kontrak sebelum PPN, maksimal 5%  ataupun 1/mil per hari dari nilai sisa pekerjaan sebelum PPN yang belum terselesaikan, maksimal 5%.

Pemberlakuan 1/mil per hari dari nilai kontrak lebih kepada pengadaan barang. Dimana barang tersebut tidak dapat dinilai secara parsial ataupun tidak mempunyai nilai guna ketika belum terpenuhi secara kesatuan unit. Contohnya pengadaan kendaraan berupa mobil, satuannya unit dan tidak mungkin dicicil dan terpisah. Misalnya rodanya dulu atau pun mesinnya terlebih dahulu.

Pemberlakuan 1/mil per hari dari sisa pekerjaan yang belum terlaksana, diperlakukan untuk kontrak jasa konstruksi dimana bisa dinilai secara parsial. Bukti nyata adalah dengan adanya termin, dimana progress yang terlaksana bisa dikonversikan terhadap nilai pekerjaan yang sudah terealisasi.

“Akan tetapi acap kali kita penyedia tidak jeli terhadap klausal ini dan cenderung mengabaikan. efeknya ketika hal tersebut terjadi penyedia yang akan dirugikan. Dari sisi pemerintah pun seharusnya lebih mengedepankan unsur keadilan dan tidak mencari pembenaran sendiri dengan menerapkan klausal pengenaan denda 1/mil per hari dari nilai kontrak tersebut,” katanya

Kemudian, sebagai penyeimbang bagi pihak Pejabat Penandatanagn Kontrak terdapat pada SSUK point 66. Peristiwa Kompensasi, 66.1. Dimana Peristiwa  Kompensasi  dapat  diberikan kepada Penyedia bilamana ada keterlambatan  pembayaran  kepada penyedia. Point 66.3, juga mengatur ganti  rugi  akibat  peristiwa  kompensasi hanya  dapat  dibayarkan  jika  berdasarkan data  penunjang  dan  perhitungan kompensasi  yang  diajukan  oleh  penyedia kepada Pejabat  Penandatangan  Kontrak, dapat dibuktikan kerugian nyata.

“Point 66 tersebut secara terang benerang atau dalam istilah yang sedang trend sekarang “ceto welo-welo”, bahwa bila terjadi keterlambatan pembayaran pun yang disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah dalam melaksanakan kewajibannya, maka penyedia berhak mengajukan kompensasi tersebut,” tandas Iwan Iba

Ia meyakini banyak pengusaha kecil untuk mendapatkan project tersebut mungkin harus ada “mahar” yang harus disetorkan pada pihak terkait, ditambah lagi secara permodalan dibantu dengan pihak bank. Sedangkan antara penyedia dan pihak bank sudah terikat dalam akad kredit, makin lama pembayaran dilakukan oleh pemerintah maka makin besar “argo” yang harus dipenuhi pada pihak bank.

Menyikapi hal tersebut, adalah hak penyedia untuk mengajukan klaim kompensasi tentunya didukung dengan data dukung yang akurat. Secara administrasi peristiwa gagal bayar ataupun tunda bayar merupakan peristiwa Maladministrasi. Yaitu  perbuatan atau perilaku yang melanggar hukum, melampaui wewenang atau mengabaikan kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan public yang dapat menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan individu. “Ini sesuai pasal 1 angka 3 UU Ombudsman,” sebut Iwan Iba

Pengaduan Maladministrasi dapat diadukan pada Ombudsman RI untuk sumber dana APBN atau pun Ombudsman Perwakilan Jawa Barat untuk sumber dana APBD. Sedangkan kompensasi secara materi dapat diajukan kepada Pejabat Penandatangan Kontrak (PPK), atau bila tidak ada titik temu bisa diadukan melalui Pengadilan Umum Tata Negara (PTUN).

“Jadi bagi penyedia jasa jangan berdiam diri, pasrah dengan keadaan, saatnya memperjuangkan hak-hak kita,” tandas Iwan Iba lagi

Dari persoalan tersebut, Iwan Iba mengajak untuk mencermati klausal tentang hak dan kewajiban bagi penyedia maupun Pejabat Penandatangan Kontrak, terutama pengenaan Denda Financial bagi penyedia dan kompensasi bagi PPK.

Bila pekerjaan pengadaan diterapkan denda 1/mil per hari dari nilai kontrak dengan nilai maksimal 5% sebelum PPN, tapi bila pekerjaan konstruksi jangan mau diterapkan denda 1/mil per hari dari Nilai Kontrak karena tidak mengandung azas keadilan dan cenderung menguntungkan sepihak.

Bagi pemerintah, bila anggaranny tidak mencukupi, jangan memaksakan diri untuk dilelangkan yang efeknya akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan. Bagi penyedia jasa, khususnya Kabupaten Kuningan yang menjadi korban gagal bayar jangan berdiam diri.

“Mari bergeliat memperjuangkan untuk diri sendiri khususnya dan untuk Kabupaten Kuningan umumnya agar berbenah kedepan dengan cara mengklaim peristiwa Kompensasi akibat Gagal Bayar melalui mekanisme yang berlaku,” ajaknya lagi./tat azhari