INILAHKUNINGAN – Peristiwa angin kencang yang menumbangkan pohon di depan Pendopo Kabupaten Kuningan dan Perumahan Grand Amalia, Desa Gerba, Selasa pagi (19/8), menjadi pengingat serius bagi masyarakat bahwa fenomena cuaca ekstrem masih mengintai meski saat ini sudah masuk periode kemarau. Termasuk aktivitas pendakian di Gunung Ciremai.

Kepala Pelaksana BPBD Kuningan, Indra Bayu Permana, S.STP, menjelaskan bahwa kemarau tahun ini tergolong kemarau basah, sehingga hujan deras dan angin kencang masih kerap terjadi. Kondisi ini, kata dia, perlu diwaspadai terutama oleh masyarakat yang beraktivitas di alam terbuka seperti pendaki Gunung Ciremai.

“Di bulan Agustus tren pendakian cukup tinggi, apalagi pasca 17 Agustus jumlah pendaki bisa mencapai ratusan orang ditiap jalur. Fenomena cuaca seperti ini harus diwaspadai. Pendaki wajib mempersiapkan diri dengan baik, mulai fisik, mental, hingga perlengkapan memadai,” ujarnya.

Indra menegaskan, pendaki wajib melapor sebelum dan sesudah pendakian, serta tidak meninggalkan rombongan.

“Jika terjadi sesuatu, sebaiknya melapor ke posko atau ranger terdekat, bukan langsung ke instansi jauh seperti Basarnas, kemarin semoat terjadi seperti ini. Cuaca memang tidak bisa kita kendalikan, tapi kesiapan yang matang bisa meminimalisir risiko. Jas hujan, logistik, hingga alat pendukung lainnya wajib dibawa. Kalau cuaca buruk atau ada peringatan dini, jangan memaksakan diri,” imbuhnya.

Fenomena pendakian tektok atau naik-turun tanpa menginap, menurut Indra, juga harus disikapi bijak. Menurutnya, apapun bentuk pendakiannya, baik tektok maupun bermalam, tetap harus memenuhi ketentuan, termasuk persiapan matang.

“Gunung Ciremai memiliki fasilitas terbatas, seperti sinyal komunikasi yang minim, makanan bergantung pada yang dibawa. Jadi yang paling bisa menolong diri kita adalah diri kita sendiri,” tegasnya.

Senada dengan itu, Aktivis Anak Rimba (Akar) Lingkungan Kuningan, Maman Magic, menyoroti tren pendaki tektok yang mayoritas dilakukan pemula. Sesuai namanya, pendaki tektok biasanya tidak membawa peralatan dan logisti seperti pendaki reguler (bermalam), karena satu tujuan, bolak balik dalam sehari.

“Kalau pendaki tektok terus bergerak, memang tidak kedinginan, tapi kalau terhenti di satu tempat, rasa dingin bisa jadi masalah. Untuk tetap hangat, tubuh terus bergerak. Ini butuh energi, otot, dan fisik yang prima,” ungkap Maman.

Dijelaskannya, Pendaki tektok pemula sangat rawan, karena belum teruji. Jika dibanding dengan pendaki tektok profesional, mereka terbiasa berlatih dan bisa menghitung waktu dengan akurat. Untuk itu, Maman mengingatkan, perlengkapan pendakian tidak boleh disepelekan.

“Kalau masih meraba-raba kemampuan diri, jangan berspekulasi dengan membawa perlengkapan seadanya. Perlengkapan untuk menghadapi dingin, logistik, maupun perlengkapan darurat harus tetap dibawa,” katanya.

Ia juga menuturkan jalur pendakian Ciremai memiliki 9 pos dengan sejumlah shelter darurat yang bisa digunakan pendaki untuk berlindung bila terjebak hujan atau kemalaman. Serta pentingnya koordinasi antar pendaki, serta pendaki dengan pengelola jalur.

Pihaknya juga mengingatkan kepedulian para pecinta kegiatan alam, untuk tidakembuang sampah di Ciremai. “Kemarin sebelum 17 Agustus, ada laporan masih banyak sampah tersisa di sekitar Gua Walet dan pos Pasanggrahan. Mudah-mudahan sudah dibereskan. Kita harap semua pendaki membawa kembali sampahnya agar gunung tetap bersih,” tutur Maman.

Dengan cuaca tak menentu di tengah kemarau basah, baik BPBD maupun aktivis lingkungan menegaskan bahwa keselamatan pendakian Gunung Ciremai sangat bergantung pada kesiapan pendaki sendiri./Red