INILAHKUNINGAN- Video ributnya dengan Penyuluh Lapangan yang juga Verifikator Badan Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Kuningan Resort Desa Cibeureum berinisial N viral, ditanggapi Ketua Paguyuban Kelompok Tani Hutan (KTH) Siliwangi Kabupaten Majalengka-Kuningan atau Maja Kuning, Edi Syukur.

“Kejadian itu yang kesekian kali. Tapi semua diawali bukan dari saya, tapi dari sikap tidak baik hingga intimidasi Verifikator TN Resort Cibeurem itu (N,red) kepada warga KTH, terutama kepada ketua KTH,” jelas Edi Syukur, Selasa (4/4/2023), kepada Inilah Kuningan

Mantan Kepala Desa Trijaya ini bercerita dengan mengungkap awal kondisi warga desa penyangga Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan Majalengka 2 tahun lalu. Sejak ada perjanjian No 6 Tahun 2016 tentang Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (PH2BK), ditambah hasil Pansus DPRD Kuningan tentang Evaluasi BTNGC, salah satunya penerapan zona tradisional.

Kronoligisnya selama 18 tahun, masyarakat Maja Kuning ini setelah perubahan kawasan Gunung Ciremai dari Perum Perhutani ke BKSDA lalu ke BTNGC, masyarakat tidak boleh ada akses ke kawasan. Masyarakat pun patuh terhadap aturan, karena konservasi. Ini sesuai SK No 424 tentang penunjukan Gunung Ciremai sebagai kawasan produksi menjadi taman nasional.

“Padahal sebelumnya ada program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBN). Dalam PHBN, masyarakat menanam kopi, alpukat, jati, pinus dan lain-lain. Sebelumnya juga, pohon pinus bukan tanaman perhutani, juga bukan pemerintah. Itu tanaman masyarakat. Maka, saat krisis moneter, perhutani tidak krisis moneter. Karena penanaman masyarakat mengambil dari persemaian perhutani. Pihak perhutani mempersilahkan warga menggarap dengan catatan menanam pohon pinus,” kata dia

Begitu sudah 6 tahun, tanaman pinus hidup baik. Ditanam masyarakat, dipupuk masyarakat. Perhutani samasekali tidak mengeluarkan uang. “Termasuk ada juga tanaman sayuran masyarakat di 2 kabupaten ini. Sampai waktu itu, saya pribadi mendapat kehormatan ke Thailand dari PHBN ini,” ucap Edi

Perlu diingat juga, bahwa kepedulian masyarakat ketika terjadi kebakaran hutan, penanaman, kelestarian, penjagaan ekosistem, hewani sangat tinggi. Bukan pemerintah.

Tapi begitu menjadi TNGC, masyarakat dipaksa turun dari kawasan. Tidak boleh masuk kawasan, dan sebagainya. Masyarakat ambil ranting saja, sudah diperkarakan, disebut tindak pidana, merusak katanya.

“Jadi selama 18 tahun itu masyarakat betul-betul tidak boleh memanfaatkan hasil tanamannya sendiri. Akhirnya jadilah tanaman tidak karuan. Tapi kami terus berjuang untuk masyarakat,” ucapnya

Terkait sadapan pinus, Edi menegaskan sebelum Ia lahir sadapan pinus itu sudah ada. Menurut dia, pinus itu takdirnya untuk disadap. Pinus bukanlah tanaman endemic Ciremai. Pinus juga tidak mengeluarkan air, bahkan menyerap air. Dan pinus disadap bertahun-tahun, matinya kalau ditebang oleh perhutani. Itu masyarakat yang tanam.

Ia bersyukur hasil perjuangan, muncul SK Dirjen KLHK No 6 Tahun 2018 tentang Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (PHHBK). isinya ada 16 item. Pertama rotan, sadapan pinus, sagu hingga obat-obatan ternyata boleh dimanfaatkan masyarakat. Sayang, SK itu tidak disosialisakan BTNGC. Hingga pada 2020, KTH mengangkat pendampingan dari PMTH Kabupaten Kuningan dan Majalengka, bernama Siliwangi Maja Kuning. Ia ditunjuk sebagai ketua.

Kemudian mulai lah 24 KTH desa penyangga Maja Kuning membuat proposal pengajuan HHBK. Pertama ditolak BTNGC. Tapi Ia mengerti karena zona tradisonal belum ada. Akhirnya Ia perjuangkan zona tradisonal menindaklanjuti hasil pansus DPRD Kuningan.

“Sampai 17 Agustus 2022 lalu, Menteri LHK Agustusan di Desa Trijaya. Disana Bu Menteri Siti Nurbaya adakan diskusi publik, dan melihat, sekaligus mengakui, bahwa pinus disadap beberapa puluh tahun lalu, ternyata masih berdiri tegak, tetap pulih,” katanya

Akhirnya Kepala BTNGC Kuningan saat itu, Teguh, mengakomodir proposal pemanfaatan HHBK para KTH. Tahapan proses dilalui, mulai ada Forum Group Discussion (FGD), diskusi publik dan lain-lain. Perjalanan mulus. Tinggal tahap Perjanjian Kerjasama (PKS). Hanya untuk PKS, harus verifikasi anggota KTH dulu melalui SK kepala desa. Mulai pembuktian penduduk desa penyangga, pendapatan berapa per bulan, keterlibatan di paguyuban dan lain-lain.

Beres itu, tinggal penandatanganan PKS, tapi mendadak Kepala BTNGC Teguh dipindah tugaskan. Yang datang Kepala BTNGC baru, Maman. Orang baru stok lama. Tapi untuk tahap verifikasi yang sudah diawali perjuangan panjang, berdarah-darah, mendadak juga seolah-olah diperlambat BTNGC.

Ia pun menghadap dirjen. Dirjen meminta untuk masalah Gunung Ciremai, jangan ditunda-tunda, jangan diperlambat, ini untuk masa depan. Jangan sampai masyarakat mengambil ini itu, berbuat ini itu, salah jadinya karena BTNGC telat melayani.

Intruksi itu dijalankan BTNGC dengan merealisasi tahap verfikasi dibagi 3 resort. Yaitu di Resort TN Balong Dalem, Bagirang dan Trijaya. Ia sendiri bagian pendamping keliling. Di 2 resort Ia pantau biasa saja, pertanyaan sesuai koridor. Tapi Di Resort Cibeureum beda sekali. Banyak pertanyaan verifikator menjurus ke intimidasi. Seperti siapa penyuruh sadapan pinus, kenapa menyadap duluan, PKS belum ada, dimana getah dijual dan lain-lain.

Parahnya, warga KTH tidak hadir dianggap gugur. Padahal warga tidak hadir bsia saja lagi mencari sesuap nasi dulu atau apa. Jangan langsung digugurkan, karena sudah dibuktikan surat kepala desa.

“Tapi faktanya, mutlak dianggap gugur. Lalu saya datang, saya duduk baik-baik untuk klarifikasi. Tapi Verifikator TN Resort Cibeurem ini langsung melotot, membentak saya, lalu tiba-tiba mengusir saya dengan alasan tidak ada urusan dengan paguyuban,” cerita Edi Syukur

Awal Ia terpancing, meskipun kembali marah-marah masih terkendali. Sampai Ia keluar ingin mendinginkan hati. Tapi verifikator itu tetap menyerobot ingin keluar berdiri sambil terus mengusirnya dengan kalimat keras.

Edi Syukur pun melanjutkan tugas meninjau Resort Trijaya. Ternyata verifikasinya baik, penyuluh sebagai verifikatornya penuh senyum melayani baik warga KTH, tidak ada masalah.

Tapi mendadak Ia kembali ditelepon warga KTH di Resort Cibeurem yang terus merasa diintimidasi verifikator. Apalagi kepada ketua KTH lebih dari 1 jam pertanyaannya. Verifikator bahkan menekan ke warga, jangan sadap pinus, jangan ambil kopi, alpukat dan lain-lain. “Ya warga tidak mau, karena punya tanaman-tanaman itu dalam kawasan. Tapi tetap dipaksa tidak boleh oleh verifikator. Verifikator TN satu ini, memang tidak sopan,” tandas Edi, nada keras

Begitu Ia datang lagi, baru di depan pintu resort, tiba-tiba verifikator perempuan tersebut berdiri, disisi lain Ia juga melihat ada perekam sembunyi-sembunyi dibalik pintu seperti sudah disiapkan. “Saya bilang silahkan rekam, jangan sembunyi-sembunyi, mau saya direkam itu dari awal, terus hasil rekaman jangan dipotong-potong. Supaya jangan terkesan saya tiba-tiba marah. Marah pasti ada penyebabnya, apalagi untuk kepentingan masyarakat,” tandas Edi Syukur

Respon verifikator itu menurutnya, betul-betul tidak berpihak ke masyarakat. Tidak seperti verifikator di resort lain. Ia dan masyarakat, praktis merasa diinjak-injak, merasa sudah tidak dihargai. Paguyuban selama 2 hari berturut-turut juga tidak dianggap, masyarakatnya di intimidasi. Disitulah terjadi keributan.

“Akhirnya saya bentak balik, saya marah besar.  Saya ambil kursi mau dilempar karena emosi, tapi ditahan warga. Saya merasa, ternyata verifikasinya sudah di setting oleh TN. Diantara orang TN paling konyol memang verifikator TN Resort Cibeureum ini, N,” koarnya, sewot

Verifikator N itu, sengaja memancing-mancing supaya terjadi keributan, supaya HHBK itu gagal. “Sebelum ke saya, ke masyarakat dulu mengintimidasi. Dan ingat, saya marah karena memperjuangkan masyarakat, yang diintimidasi,” tegas Edi./tat azhari