INILAHKUNINGAN- Perumahan Graha Mutiara, Desa Sidaraja, Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, punya mesjid megah unik. Diberi nama Mesjid Jami Al Fathona, mesjid yang dibangun Yayasan Radenta Mubarok Ciawigebang seluas 17×17 meter2 itu, memiliki model unik.

Terlihat umum dari tampak depan, dengan model arsitektur minimalis modern, menyusur belakang siapapun jama’ah akan terpesona. Ada tangga turun naik kanan kiri hingga berbentuk love, atau simbol cinta.

Simbol fisik tangga cinta, dipertegas oleh tanda love besar berlapis dibagian tengah, diantara tangga. Lapis besar berwarna pink, dan lapis kecil tengah berwarna hijau. Terlihat gaul, religius.

Sampai ke bawah, ada area wudhu terpisah pria dan wanita dengan air segar melimpah. Yang dilengkapi toilet bersih, harum. Masuk ke bagian dalam mesjid, terasa mewah. Selain cat cream tembok, yang dipertegas list kuning emas, ruang Mihrab mesjid serasa tengah beribadah di depan Ka’bah, Mekkah Al Mukaromah. Sebab Mihrab dilukis pintu Ka’bah.

“Mihrab pintu ka’bah. Arah kiblat itu Ka’bah Mekah Al Mukaromah. Supaya jama’ah seolah ada disana,” jelas Ketua Yayasan Radenta Mubarok Ciawigebang, Nana Abdul Latif, Minggu (08/01/2022), kepada InilahKuningan

Terkait tangga cinta dan simbol love mesjid ini, menurut Nana, juga untuk menegaskan kecintaan manusia harus karena Allah dan Rosul. Cinta terhadap sesama muslim. Untuk menumbuhkan kecintaan itu.

Selain itu, di tembok kanan kiri dalam arah kiblat Ia juga sengaja membuat kaligrafi dengan bacaan mengutip dari mesjid peninggalan Pangeran Sutajaya Babakan, Gebang, Cirebon yang terbuat dari ukiran kayu, di Mesjid Agung Gebang Pinatar. Sekarang terkenal Mesjid Baitul Gofur. “Meski dibuat 1251 SM atau 1835 M, peninggalan itu masih ada,” terang Nana

Pembangunan Mesjid Jami Al Fathona, atau dikenal mesjid tangga cinta ini, berawal dari keprihatinannya dengan fasilitas ibadah di Perum Graha Mutiara Desa Sidaraja ini. Penduduk mencapai ribuan, tetapi hanya difasilitasi mushola kecil untuk ibadah oleh developer.

“Untuk ke mesjid, terutama kalau Jum’atan jauh. Ke mesjid desa jauh, mesjid tetangga jauh,” tutur dia

Kebetulan, Ia memiliki tanah wakaf sekitar 6000 m2, persis samping perumahan tersebut. Dari awal hutan berbukit, tanah inipun di cut and fill hingga Ia bersyukur belum sampai satu tahun Mesjid Jami Al Fathona mampu terbangun.

“Semua dana pribadi, dana yayasan. Kita betul-betul membangun, dari nol anggaran,” aku Nana

Dari lahan seluas itu, kedepan Ia ingin pengembangan umat di seputar mesjid dengan membangun rest area, kafetaria, pusat UMKM, wisata Islami dan lain-lain. Semua untuk mendukung kemakmuran Mesjid Jami Al Fathona yang penuh cinta./tat azhari