Lebihi Amanat Sisdiknas, Anggaran Pendidikan Kuningan Capai Rp1,126 Triliun, Tembus 38,53%
INILAHKUNINGAN- Dalam perubahan APBD 2025, Pemkab Kuningan tetap memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan. Hal itu ditegaskan Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar, di Gedung DPRD Kuningan. Bahkan untuk anggaran pendidikan di Kabupaten Kuningan telah mencapai Rp1,126 triliun atau 38,53 persen dari total belanja daerah.
“Meski untuk aturan mandatory spending kesehatan tidak lagi diatur secara eksplisit dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 2024, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan tetap diklaim memadai,”
Kemudian untuk memastikan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), terutama di wilayah pinggiran dan desa tertinggal, Ia menempuh strategi berbasis wilayah dan kebutuhan riil. Mulai dari penguatan layanan puskesmas keliling, anggaran afirmatif, hingga kolaborasi dengan desa,”jelasnya.
Seperti diketahui, muncul kritik bahwa alokasi anggaran pendidikan masih menyisakan banyak pertanyaan mengenai keberpihakannya terhadap masa depan dunia pendidikan di Kuningan.
Berdasarkan penelusuran terhadap dokumen resmi serta data dari pemerintah pusat dan provinsi, total alokasi anggaran pendidikan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya mencapai sekitar Rp 530,6 miliar.
Jumlah ini setara dengan 18,95% dari total APBD, masih di bawah batas konstitusional minimal 20% yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 dan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
“Yang lebih mengkhawatirkan, lebih dari 85% anggaran pendidikan tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan rutin. Seperti pembayaran tunjangan guru ASN dan BOS. bukan untuk pembangunan jangka panjang sektor pendidikan.,” sebut Mantan Bendahara Umum DPD KNPI Kuningan, Genie, kepada InilahKuningan
Rinciannya, sekitar Rp 280,9 miliar digunakan untuk tunjangan guru, Rp 179,5 miliar untuk BOS, dan hanya sekitar Rp 70 miliar untuk pengembangan infrastruktur seperti Ruang Kelas Baru, toilet, serta rehabilitasi SLB.
Minimnya belanja pembangunan pendidikan ini menunjukkan bahwa transformasi kualitas pendidikan belum menjadi prioritas utama. Banyak sekolah, khususnya di wilayah pedesaan, masih mengalami kekurangan ruang kelas, keterbatasan akses internet, serta belum optimalnya distribusi guru yang berkualitas.
“Belum lagi ketiadaan alokasi berarti untuk program literasi digital, pelatihan guru, maupun insentif peningkatan mutu,” imbuh Genie./tat azhari


Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.