INILAHKUNINGAN- Gerakan Kuasa Hukum Paslon 02 HM Ridho Suganda-Kamdan atau Ridhokan, mengejar tindak lanjut Bawaslu Kuningan agas laporan dugaan kecurangan jumlah 30 ribu lebih surat suara tidak sah, ditanggapi Pemerhati Hukum, sekaligus Advokat Independent Kuningan, Hamid SH.

Hamid menegaskan, bahwa gubernur, bupati, walikota sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten , dan kota di pilih secara demokratis sesuai pasal 18 ayat 4 UUD Negara RI Tahun 1945. Bahwa atas pasal tersebut, lahir UU bidang politik. Yaitu UU No 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintahan pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi UU.

“Selanjutnya, disebut pemilihan. Yaitu pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota secara langsung dan demokratis. Ini sesuai pasal 1 butir 1 UU No 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU No 1 Tahun 2015,” terang Hamid, Rabu (04/11/2024), kepada InilahKuningan

Jika terdapat permasalahan hukum pemilihan, seperti pelanggaran kode etik pemilihan adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilihan yang berpedoman pada sumpah atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilihan. Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan di selesaikan oleh DKPP atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan.

Misal juga ada pelanggaran administrasi. Yaitu pelanggaran terhadap tata cara administrasi pelaksanaan pemilihan dalam setiap tahapan pemilihan. Pelanggaran administrasi, penyelesaiannya oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Bawaslu provinsi atau Bawaslu kabupaten/kota sesuai dengan tinggkatan.

Kemudian ada juga misal pelanggaran sengketa pemilihan. Seperti sengketa antar peserta pemilihan dan sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan.

“Yang berwenang menyelesaikan sengketa pemilihan, adalah Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota,” sebut Hamid

Terkait tindak pidana pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan yang penyelesaiannya di lakukan oleh sentra penegakan hukum terpadu atau Gakumdu. Yang unsurnya, adalah Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota, kepolisian, kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri.

Penyidik kepolisian RI menjalankan tugas melakukan pengeledahan, penyitaan, dan pengumpulan alat bukti. Dari hasil penyidikan, disertai berkas perkara kepada penuntut umum yang kemudian oleh penuntut umum di limpahkan ke pegadilan.

Sengketa Tata Usaha Negara pemilihan sendiri, adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara pemilihan, seperti dalam perkara antara Calon Gubernur, Calon Bupati dan Calon Walikota lawan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota sebagai akibat di keluarkannya Keputuasan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota.

“Penyelesaian sengketa tata usaha Negara, pemohon atau pihak yang dirugikan mengajukan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan dilakukan setelah seluruh upaya administrasi di Bawaslu provinsi dan/atau Bawaslu kabupaten/kota,” kata dia

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2020 tentang perubahan ke 3 atas Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang MK, selain MK bertugas memeriksa dan mengadili menguji undang–undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 atau Judicial Review, MK juga memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara, memutuskan pembubaran partai politik, memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum, memberi putusan atas pendapat DPR. Misal presiden atau wakil presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum.

“MK berdasarkan ketentuan pasal 157 ayat 3 UU No 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, juga berwenang memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota,” imbuh Hamid

Hamid menegaskan, bahwa dalam prakteknya pemohon yang merasa keberatan, harus mengajukan keberatan ke MK terhadap termohon KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dan terhadap calon terpilih dalam tenggang waktu paling lambat 3 hari kerja. Terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

Ia menyebut, pemohon di dalam dasar atau alasan keberatan sering terjadi mempersoalkan kecurangan– kecurangan. Diantaranya, peserta pemilihan mempersoalkan “money politik” oleh pelaksana kampanye, tim kampanye. Padahal yang benar menurut hukum MK berwenang memeriksa, mengadili dan memutus PHP atau Perselisihan Hasil Pemilihan.

“Dimana, atas dasar pengajuan pemohon keberatan atau calon tidak terpilih mempersoalkan bukan hasil perselisihan pemilihan, maka putusan MK atas pemohon tidak dapat di terima, atau niet ontvankelijke verklaard. Alasannya, MK berwenang memeriksa dan mengadili serta memutus perselisihan hasil pemilihan pemohon harus dapat membuktikan sesuai pasal 163 HIR di persidangan MK,” kata Hamid

Tentu pembuktian dalam pelaksanaan pemilihan, telah terjadi ada perselisihan hasil pemilihan atau selisih suara. “Jika pemohon tidak dapat membuktikan adanya perselisihan pemilihan, maka Majelis Hakim yang memeriksa perkara aquo menjatuhkan putusan permohonan pemohon keberatan di tolak,” ucap Exs Komisioner KPU Kuningan Bidang Hukum itu./tat azhari