INILAHKUNINGAN- Tudingan Ketua LSM Frontal, UJ, kepada Kepala Puskesmas (Kapus) Darma, SA dan Kepala Dinas Kesehatan Kuningan, SL, bahwa mereka telah melakukan pungutan liar (pungli) pengelolaan dana Kapitasi atau Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), berbuntut panjang. Sebab tudingan tersebut, dipublish salah satu media online, UJ kini kembali terancam proses hukum. Apalagi SA disebut UJ sebagai pengepul pungli.

Dadan Somantri Indra Santana, Kuasa Hukum Kepala Puskesmas Darma SA menegaskan, bahwa tudingan itu harus dapat dibuktikan kebenarannya. Apabila tidak, maka pernyataan Ketua LSM Frontal UJ disalah satu media Online tersebut, akan berdampak pada timbulnya persoalan hukum baru. Yaitu berupa fitnah atau pencemaran nama baik.

“Ini sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat 4 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” sebut Dadan Somantri Indra Santana, Selasa (18/03/2025), kepada InilahKuningan

UU tersebut menyatakan, setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000.

Tidak hanya itu, pernyataan UJ bahwa Kepala Dinas Kesehatan  Kuningan SL mengetahui perbuatan pungli atau suap yang dikoordinir oleh Kepala Puskesmas Darma SA, yang dibantu oleh bendaharanya Kepala Puskesmas Lamepayung Sri Widawati sebagai mafianya selama dalam kurun waktu bertahun-tahun, juga menurut Dadan Somantri, haruslah dibuktikan pula kebenarannya oleh UJ.

Apabila tidak bisa dibuktikan, maka pernyataan UJ dimedia online tersebut merupakan fitnah dan atau pencemaran nama baik terhadap Kepala Dinas Kesehatan Kuningan SL, Kapala Puskesmas Darma SA dan Kepala Puskesmas Lamepayung SW.

Kemudian, selain pernyataan-pernyataan tersebut diatas, lanjut Dadan Somantri, UJ juga harus membuktikan bahwa benar apabila Dana Kapitasi dan BOK dicairkan, setiap UPTD Puskesmas harus memberikan setoran atau suap Rp5.000.000. Apabila UJ tidak dapat membuktikan  kebenarannya, maka pernyataannya lagi-lagi hanya sebagai fitnah atau pencemaran nama baik.

Terlebih lagi di dalam statmenya tersebut, UJ menyatakan bahwa berdasarkan informasi yang didapat baik dari pihak eksternal, internal lingkup dinas kesehatan maupun dari unsur Aparat Penegak Hukum (APH), ternyata sudah menjadi rahasia umum bahwa SA menjadi koordinator atau pengepul pungli untuk suap dari pengelolaan Dana Kapitasi atau BOK.

Dengan begitu, pernyataan UJ telah sangat merendahkan harkat dan martabat Aparat Penegak Hukum, mengingat atas kalimat tersebut dapat ditafsirkan bahwa adanya pembiaran yang dilakukan oleh unsur Aparat Penegak Hukum ketika mendapatkan atau mengetahui adanya tindak pidana pungli pengelolaan Dana Kapitasi atau BOK oleh Kepala Puskesmas Darma SA selaku Ketua Forum Puskesmas se Kabupaten Kuningan.

“Pernyataan tersebut haruslah dapat dibuktikan pula kebenarannya oleh UJ, apakah betul ada unsur Aparat Penegak Hukum yang mengetahui peristiwa terjadinya pungli terhadap Dana Kapitasi atau BOK, dan kemudian menginformasikannya kepada UJ. Atau justru hanyalah sebuah fitnah UJ terhadap unsur Aparat Penegak Hukum,” tandasnya

Dadan Somantri mengingatkan, kebebasan berpendapat tidaklah dapat dilakukan secara semena-mena. Diundangkannya Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, telah menjadi payung hukum untuk membatasi kebebasan berpendapat setiap warga negara agar menghormati hak atau nama baik orang lain.

“Maka, saya mengingatkan, bahwa apabila dalam jangka waktu 3×24 jam UJ tidak mengklarifikasi pernyataannya, atau tidak membuktikan kebenaran atas pernyataannya, maka dalam kedudukannya sebagai kuasa hukum dari SA sebagai Kepala Puskesmas Darma, saya tidak segan-segan akan melaporkan UJ atas dugaan telah melakukan tindak pidana fitnah dan atau pencemaran nama baik melalui media elektronik terhadap Klien saya, SA,” tandas Dadan Somantri Indra Santana, nada tegas

Atas perbuatannya, sebagaimana diatur, UJ tentu diancam kurungan pidana penjara dalam ketentuan Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat 4 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,  yang berbunyi bahwa setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000./tat azhari