KADANG, perubahan besar tidak dimulai dari pernyataan yang berapi-api, melainkan dari langkah kecil yang konsisten dan terbuka pada pembelajaran. Baru-baru ini, Kabupaten Majalengka, tetangga dekat kita menjadi lokasi pelaksanaan Clean City Project, sebuah inisiatif kolaboratif dengan mitra dari Jepang yang dirancang untuk memperkuat tata kelola sampah dan kebersihan lingkungan secara berkelanjutan.

Tantangan Nyata: Volume Sampah yang Terus Meningkat

Dalam beberapa tahun terakhir, persoalan sampah di Majalengka telah mencapai titik kritis dengan volume mencapai 600 ton per hari. Setali tiga uang, Kuningan saat ini bisa memproduksi sampah hingga 400 ton per hari dan 200 tonnya belum bisa diurai dengan baik.

Jika terus dibiarkan, hal ini akan menjadi bom waktu. Sejujurnya jika kita berkaca ke belakang pemerintah daerah Kab.Kuningan pada tahun 2024 memprediksi 1,5 tahun kedepan TPA Ciniru akan overload. Artinya hal itu akan terjadi di tahun 2026 yang berarti tahun depan.

Bagi Kuningan, tantangan ini jauh lebih mendalam. Sebagai kabupaten yang menyandang identitas “Kabupaten Konservasi”, kita memiliki beban moral yang lebih besar. Konservasi bukan sekadar menjaga hutan Ciremai yang saat ini mulai berubah jadi tempat usaha masif dilerengnya, tapi juga bagaimana kita mengelola residu peradaban agar tidak mencemari tanah dan air.

Jika Majalengka mampu melompat jauh dengan teknologi Jepang, maka Kuningan sebagai benteng konservasi seharusnya merasa terpanggil untuk menjadi yang terdepan dalam inovasi tata kelola limbah.

Sesungguhnya, Kuningan sendiri melalui DLHK telah mencontoh Banyumas yang memiliki konsep penerapan sistem “zero waste to landfill” namun 5 tahun untuk berada di titik ideal seperti itu terlalu lama jika melihat sampah yang kian menumpuk. Perlu akselerasi yang tidak biasa agar kita melesat.

Fenomena ini bukan sekadar statistik operasional. Jumlah sampah yang terus meningkat berdampak langsung terhadap lingkungan, kesehatan publik, dan persepsi masyarakat terhadap kualitas layanan pemerintahan. Memahami konteks ini memberi gambaran bahwa tantangan tata kelola sampah bukan sekadar isu teknis, tetapi isu multidimensional yang menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan budaya.

Apa Itu Clean City Project?

Clean City Project bukan sekadar program kebersihan biasa. Inisiatif ini mencakup kerja sama teknik dan pengetahuan antara Pemerintah Kabupaten Majalengka dan lembaga Jepang  termasuk organisasi seperti Japan Alliance for Clean Environment (JACE) untuk mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan dan rendah emisi karbon.

Beberapa aspek utama yang sedang dijajaki dalam kerja sama ini meliputi:

  • Penerapan teknologi pengolahan sampah modern, termasuk teknologi pengolahan tanpa pembakaran yang dirancang untuk menekan emisi karbon dan menghindari residu berbahaya.
  • Penguatan edukasi dan partisipasi publik dalam memilah dan mengelola sampah dari sumbernya.
  • Pengembangan infrastruktur kebersihan terpadu, yang mencakup rancangan TPST ramah lingkungan dan terintegrasi.

Proyek ini dipandang sebagai langkah awal menuju pengelolaan limbah yang lebih sistematis sebuah transisi dari pendekatan end-of-pipe ke pendekatan preventive dan integratif.

Mengapa Ini Penting?

Dalam banyak diskusi akademik tentang kebijakan publik, terdapat dua pilar penting yang menentukan keberhasilan reformasi layanan lingkungan: teknologi yang tepat guna dan adaptasi sosial budaya terhadap kebijakan tersebut. Langkah Majalengka untuk belajar langsung dari praktik Jepang memberi dua pelajaran penting:

  1. Teknologi bukan tujuan akhir, tetapi alat untuk mencapai efisiensi dan dampak lingkungan yang lebih rendah.
  2. Budaya dan perilaku warga. Misalnya kesadaran memilah sampah dari rumah merupakan determinan utama keberlanjutan kebijakan jangka panjang. Jepang dikenal memiliki sistem pemilahan sampah yang ketat dan telah menjadi bagian dari kehidupan publik sehari-hari; Majalengka berusaha belajar dari hal ini bukan hanya teknologinya, tetapi juga pendekatan budaya di baliknya.

Refleksi bagi Daerah Lain: Termasuk Kuningan

Pengalaman Majalengka bisa dilihat sebagai cermin reflektif bagi daerah lain, termasuk Kuningan. Setiap kabupaten berbeda dalam konteks geografis, sosial, dan kapasitas anggaran. Namun, beberapa pelajaran yang relevan dapat dipetik:

  • Menguatkan sistem pemilahan dan pengelolaan dari hulu ke hilir, dengan melibatkan komunitas lokal sebagai mitra aktif, bukan sekadar objek penerima layanan.
  • Membedah data operasional secara teratur, seperti volume sampah harian dan kapasitas TPA, untuk merumuskan strategi kebijakan yang responsif dan tepat sasaran.
  • Terbuka pada kolaborasi lintas lembaga dan skala, termasuk kerja sama teknis dan pertukaran pengetahuan dengan mitra internasional atau lembaga non-pemerintah yang memiliki rekam jejak kuat. Hal ini perlu dilakukan pimpinan sekelas pimpinan SKPD yang harus memiliki visi kedepan dan melihat kolaborasi menjadi peluang emas yang berwawasan global.

Mendukung Visi “Melesat” dari Para Pembantu Bupati

Jepang yang nun jauh di sana menjadikan  majalengka sebagai mitra strategis dapat memberikan pelajaran penting bahwa meski terpisah jarak dan waktu asal ada visi yang hebat, maka kendala tidak jadi masalah. Di sinilah ujian para pembantu bupati. Sejauh mana mereka dapat mendukung visi “Kuningan Melesat”.

  • Visi besar Bupati untuk membawa Kuningan melompat lebih jauh tidak akan pernah terwujud jika para pejabat pembantu khususnya para pimpinan SKPD hanya bekerja dalam ritme rutinitas yang berulang setiap tahun. Mengelola anggaran rutin dan mengerjakan proyek yang itu-itu saja bukanlah “melesat”, itu hanya berjalan di tempat.
  • Akselerasi menuju Kuningan yang maju menuntut jajaran SKPD untuk keluar dari zona nyaman. Mereka harus mampu menjadi konseptor yang visioner, yang tidak hanya menunggu instruksi, tetapi aktif menjemput bola kolaborasi internasional. Kasus Clean City Project di Majalengka adalah bukti bahwa kerja sama global bukan monopoli kota metropolitan. Para pimpinan SKPD di Kuningan harus memiliki kapasitas untuk membangun jejaring internasional, membawa teknologi kelas dunia ke daerah, dan menciptakan gebrakan yang belum pernah ada sebelumnya.
  • Sudah saatnya birokrasi kita beralih dari sekadar “mengerjakan tugas” menjadi “menciptakan solusi”. Jika Majalengka bisa membuka pintu bagi Jepang, Kuningan pun punya nilai tawar yang tinggi untuk menarik mitra global lainnya, asalkan para nakhoda di tiap SKPD memiliki nyali dan visi yang selaras dengan kecepatan gerak pimpinannya.

Penutup

Clean City Project di Majalengka bukan hanya proyek Jepang di Indonesia. Ia adalah pengingat bahwa kota-kota kecil pun memiliki ruang untuk bereksperimen, belajar, dan berinovasi dalam tata kelola lingkungan mereka. Kebersihan dan kualitas lingkungan bukan sekadar label ia adalah indikator kualitas layanan publik, indikator kesehatan masyarakat, dan indikator daya saing daerah.

Mungkin, yang kita perlukan hari ini bukan program besar yang megah, tetapi keberanian membuka diri pada pembelajaran termasuk dari tetangga sendiri. Langkah kecil hari ini bisa menjadi investasi besar untuk kualitas hidup generasi mendatang.

Ageng Sutrisno_Sela Waktu

Penulis Sela Waktu, Kolom Mingguan di Media Online Inilahkuningan.Com

Menulis tentang kehidupan, kemanusiaan, sosial politik dan hal-hal yang sering luput dari statistik.

Jika sedang tidak menulis, biasanya sedang berpikir kenapa harga nasi goreng terus naik.