INILAHKUNINGAN– Kabupaten Kuningan menyimpan sebuah kampung adat yang jarang diketahui publik. Yaitu Kampung Adat Majalaya di Desa Dukuh Badag, Kecamatan Cibingbin. Kampung ini dianggap sebagai salah satu kampung tertua di wilayah perbatasan timur Kuningan. Bahkan, memiliki tradisi leluhur kuat dan masih terjaga hingga kini.

Di kampung Adat Majalaya ini, masyarakat masih menjalani kehidupan sesuai aturan adat yang diwariskan turun-temurun. Rumah-rumah yang berjumlah sekitar 40 unit dibangun dengan aturan ketat. Hanya boleh menghadap ke utara atau selatan. Tata ruang tersebut dipercaya sudah ditetapkan sejak nenek moyang mereka dan tidak boleh diubah.

Selain arsitektur, warga Kampung Adat Majalaya juga memelihara ternak khas, Yaitu sapi pasundan. Hewan ini dianggap sebagai warisan leluhur yang harus tetap dipertahankan. Jumlah sapi yang dipelihara warga masih puluhan ekor, dan keberadaannya menjadi ciri khas tersendiri dibanding kampung lain.

Ritual adat pun masih berjalan konsisten. Salah satunya adalah sedekah bumi yang digelar setiap tahun di lapangan kampung. Dalam prosesi itu, perlengkapan ritual sepenuhnya menggunakan bahan alam, seperti bambu, kayu, dan hasil bumi. Hal ini menunjukkan kedekatan masyarakat dengan alam serta keyakinan untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungannya.

Kampung Adat Majalaya kini mulai mendapat perhatian dari kalangan muda. Salah satu tokohnya, Wihendar S.Sn., M.Sn., atau yang akrab disapa Kang Wihe, berperan aktif menggali kembali sejarah dan tradisi kampung. Lulusan pascasarjana seni ini tidak ingin tradisi leluhur hilang begitu saja.

“Awalnya saya hanya ingin menulis buku sejarah desa agar generasi muda tahu asal-usulnya. Ternyata dari situ muncul kesadaran bahwa adat dan budaya ini adalah darah daging masyarakat Dukuh Badag. Kalau tidak dijaga, lambat laun bisa hilang,” ujar Kang Wihe.

Bersama pemuda desa, ia kini membentuk organisasi adat yang berfungsi sebagai wadah pelestarian budaya. Mereka mengadakan diskusi rutin, menulis sejarah lisan, hingga mendokumentasikan tradisi yang masih berjalan. Tujuannya agar nilai-nilai tersebut bisa diwariskan ke generasi berikutnya.

Kang Wihe juga berencana membangun kembali rumah adat serta balai riung sebagai pusat kegiatan masyarakat. Menurutnya, keberadaan bangunan adat sangat penting sebagai simbol identitas sekaligus ruang berkumpul warga. Namun, upaya itu belum bisa terwujud sepenuhnya karena keterbatasan lahan.

“Lahan yang tersedia berbatasan langsung dengan kawasan Perhutani. Harapan kami, ada kerjasama dengan pihak Perhutani sehingga pembangunan bisa berjalan. Jika terealisasi, ini akan menjadi pusat budaya sekaligus daya tarik wisata,” jelasnya.

Ia meyakini, jika pemerintah kabupaten turun tangan, maka potensi Kampung Adat Majalaya akan semakin besar. Selain melestarikan budaya, keberadaan kampung adat juga bisa menjadi destinasi wisata unik di Kuningan bagian timur.

Sementara itu, Kepala Desa Dukuh Badag, Suyoto Adi Ardiwinata, menegaskan dukungan penuh terhadap upaya warganya. Ia menyebut Kampung Adat Majalaya layak mendapat perhatian serius dan perlindungan hukum dari pemerintah daerah.

“Keunikan kampung ini sudah terbukti. Rumah, tata ruang, hingga tradisinya masih asli. Kami berharap ada regulasi, minimal berupa peraturan bupati (Perbup), agar kampung adat ini dilindungi dan bisa dikembangkan,” ujar Suyoto.

Menurutnya, dengan adanya payung hukum, pemerintah desa akan lebih leluasa mengembangkan potensi Majalaya. Baik dalam bentuk penguatan adat, maupun dalam mempromosikan kampung sebagai wisata budaya yang bisa menarik kunjungan.

Ia menambahkan, ke depan Majalaya tidak hanya menjadi aset lokal Desa Dukuh Badag, tetapi juga aset Kabupaten Kuningan. “Ini bisa jadi kebanggaan daerah. Kita punya kampung adat yang otentik. Kalau dirawat, Majalaya akan dikenal luas, bahkan di tingkat nasional,” ucapnya.

Kesepahaman antara pemuda dan pemerintah desa menjadi modal besar untuk menjaga keberadaan kampung adat tersebut. Tinggal menunggu langkah nyata dari pemerintah kabupaten untuk memberi perlindungan dan dukungan konkrit.

“Jika dilihat lebih dalam, Kampung Adat Majalaya bukan sekadar warisan masa lalu. Ada nilai gotong royong, kebersahajaan, serta kearifan lokal yang bisa menguatkan identitas Kuningan. Kalau kita biarkan hilang, berarti kita menghapus sebagian sejarah kita sendiri,” pungkas Kades./Bubud Sihabudin