Kerap Narsis Di Medsos Ternyata Penyakit NPD, Ini Solusi Psikolog
PERKEMBANGAN teknologi informasi yang cepat, pendidikan parenting (pola asuh orang tua), dll memerlukan penguatan literasi Kesehatan mental di masyarakat lebih baik lagi.
Hal tersebut disampaikan Sri Ratnawati,S.Psi.,M.Psi.Psikolog dari Biro Psikologi Devarama belum lama ini. Menurutnya, kesehatan mental sangat penting karena memengaruhi kemampuan kita dalam berpikir, merasakan, dan berperilaku, yang secara langsung berdampak pada kualitas hidup secara keseluruhan.
Di era digital yang serba cepat ini, kesehatan mental masyarakat menjadi salah satu perhatian utama. Psikolog menilai, salah satu isu yang semakin sering muncul adalah Narcissistic Personality Disorder (NPD) atau gangguan kepribadian narsistik. Fenomena ini kerap dikaitkan dengan pola interaksi di media sosial yang menekankan citra diri, pengakuan, dan validasi dari orang lain. “Kita melihat banyak individu yang sangat terikat pada ‘likes’, komentar, atau pengikut di media sosial, seolah-olah nilai diri sepenuhnya diukur dari respons dunia maya,”ungkapnya.
“Menjaga kesehatan mental bukan sekadar terhindar dari gangguan, tetapi tentang bagaimana kita bisa hidup secara utuh dan seimbang. Manfaatnya sangat luas, mulai dari kemampuan mengelola emosi dan stres dengan lebih sehat, membangun relasi sosial yang hangat dan suportif, berpikir jernih dalam setiap pengambilan keputusan, hingga meningkatkan produktivitas serta kinerja. Bahkan, kesehatan mental yang baik turut berdampak positif pada kondisi fisik kita secara keseluruhan,” ungkap Sri.
Munculnya berbagai problem kesehatan mental termasuk permasalahan gangguan kepribadian yang sekarang merebak, seperti kecemasan, NPD (Narsistic Personality Disorder), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isu kesehatan mental yang perlu mendapatkan perhatian serius,”lanjutnya.
Karakteristik Narcissistic Personality Disorder (NPD) meliputi kebutuhan berlebihan untuk dikagumi, rasa diri yang grandiose (berlebihan dalam menilai kemampuan atau pentingnya diri), kesulitan berempati pada orang lain, manipulatif, serta kecenderungan mengeksploitasi hubungan untuk keuntungan pribadi. Individu dengan NPD sering merasa istimewa dan menuntut perlakuan khusus, namun pada saat yang sama sangat rentan terhadap kritik, dan menganggap orang lain menjadi ancaman.
Dampaknya terhadap kehidupan pribadi pun cukup signifikan. Orang dengan NPD sering kali mengalami kesulitan menjalin hubungan yang sehat dan setara, baik dalam konteks pekerjaan, pertemanan, maupun percintaan. Secara internal, mereka juga kerap merasa kosong, cemas, bahkan mengalami gangguan lain seperti depresi ketika kebutuhan akan pengakuan tidak terpenuhi.
“Era digital dengan segala eksposurnya bisa memperparah kecenderungan ini. Bagi sebagian orang, citra di media sosial menjadi lebih penting daripada kesejahteraan psikologis nyata. Padahal, dalam jangka panjang hal ini bisa merusak relasi, kepercayaan diri, bahkan kesehatan mental individu itu sendiri,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya literasi digital dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan media sosial secara sehat. “Kesehatan mental di era digital bukan hanya tentang mengurangi screen time, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun relasi yang sehat, menumbuhkan empati, dan menemukan nilai diri di luar sekadar pengakuan online.
Maka hal ini harus ditangani dengan beberapa pendekatan, antara lain psikoterapi jangka panjang seperti terapi kognitif-perilaku dan terapi psikodinamik untuk membantu individu mengenali pola pikir dan perilakunya, konseling keluarga guna memperbaiki dinamika relasi yang terganggu, serta pendekatan psikoedukasi bagi lingkungan sekitar agar mampu memahami dan merespons dengan tepat.
Pada kondisi tertentu, intervensi farmakologis juga dapat diberikan untuk mengatasi gejala penyerta seperti depresi atau kecemasan. Lebih jauh, pencegahan melalui edukasi masyarakat tentang kesehatan mental di era digital sangat penting.
Masyarakat perlu memahami perbedaan antara sifat narsis yang masih dalam batas wajar dengan gangguan kepribadian narsistik (NPD) yang sudah merusak fungsi kehidupan sehari-hari. Dengan kesadaran bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat secara psikologis, baik di ruang nyata maupun ruang digital.
Pola Asuh Orang Tua
Sementara itu psikolog Nida Nadia,M.Psi dari Biro Psikologi Sancita mengatakan pentingnya pola asuh orang tua sejak dini. Pendekatan pola asuh menjadi sangat penting.
“Pendidikan karakter untuk anak baiknya mengedepankan pola asuh yg konsisten, dengan memperhatikan beberapa faktor penting diantaranya, adanya : komunikasi yg intens berkualitas dua arah anak dan orang tua, pemenuhan kebutuhan kasih sayang (tangki cinta) yg mungkin tiap anak berbeda, adanya kontrol orang tua yang memberikan kebebasan namun dengan batasan (disiplin positif),serta harus adanya harapan dan tuntutan berprestasi kepada anak dari orang tuanya.
Pola asuh ini biasa di sebut sebagai pola asuh otoritative, dan pola ini menurut Diana Baumrind, pola asuh yg cukup minim resiko kedepannya dibandingkan dengan pola asuh 3 lainnya yaitu : pola asuh permisive, otoritarian , atau pola neglecting yg kurang proporsional dlm memberikan variasi indikator yg dibutuhkan dalam perkembangan anak.
“Kesehatan mental berkaitan erat juga dengan pendidikan sejak dini. Anak dalam fase tumbuh menjadi remaja sampai dewasa memerlukan perhatian dan perlakuan sesuai tugas perkembangannya, sesuai pertumbuhan fitrah yg terjadi di setiap fase usia perkembangannya, dst pola pola asuh yg tidak sesuai,berdasar ambisi orang tua atau mengikuti trend yg ada , tanpa secara kritis memikirkan dampak baik buruknya resiko pada anak”,ungkap Nida.
Misalnya menekan anak untuk terus berprestasi, selalu membanding-bandingkan dengan kakak/teman-temannya, dll cepat atau lambat itu berpengaruh pada mental health.
Di banyak media juga sekarang banyak diulas tentang NPD. Hal ini juga erat kaitannya dengan pola asuh anak sejak dini, yang berdampak pada saat usia dewasa berbagai kemungkinan seperti : tumbuh jd anak yg tidak tangguh, egois, daya tahan yang rendah, strobery generation, atau kuat berprestrasi namun kejam dan kasar, tidak punya kepedulian, cuek, fokus ke diri sendiri, dan tidak memiliki empaty terhadap keadaan lingkungan sekitar bahkan bisa berpotensi pada karakter yang melanggar hukum dan kriminal.
Nida berharap edukasi gangguan kejiwaan seperti NPD dll harus mulai disampaikan ke masyarakat, melalui berbagai media edukasi, parenting, seminar workhop, atau di paparkan oleh para pengampu kebijakan, karena begitu besar urgensinya terlebih di saat seperti ini, ada banyak profesi ada pendidikan / sekolahnya, sedangkan untuk menjadi orang tua kita tidak ada pendidikan khusus /sekolah nya, padahal mendidik itu profesi yg tidak pernah lepas selama kita menyandang peran sebagai orang tua.
Oleh karena itu penting kiranya kita terus belajar dengan memiliki growth mindset, tidak ada kata terlambat dan teruslah belajar jd orang tua , karena peran itu tidak pernah selesai sampai tutup usia.**


Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.