Evaluasi Tunjangan: Saat DPRD Kuningan Mulai Mendengar
AKHIRNYA, DPRD Kuningan melalui ketuanya menyampaikan akan melakukan evaluasi atas tunjangan rumah senilai Rp22 juta – Rp25 juta. Sebuah langkah awal, yang memiliki makna besar: suara rakyat masih didengar, sekalipun awalnya diabaikan dengan alasan normatif “sesuai aturan.”
Bagi saya pribadi, ini bukan sekadar kabar politik lokal. Ini adalah bukti bahwa kritik, tulisan, dan narasi publik mampu mengguncang ruang yang seringkali dianggap beku. Tiga tulisan sederhana yang saya buat tentang tunjangan rumah itu ternyata cukup untuk menggerakkan percakapan publik, menyalakan bara keresahan yang selama ini hanya berputar di warung kopi atau grup WhatsApp.
Terlihat sampai tulisan ke 4 ini dibuat, begitu ramai reaksi netizen di instagram. Tulisan pertama dengan judul DPRD Kuningan Melesat : 22 Juta Untuk Wakil Rakyat, 2,2 Juta Untuk Rakyat berhasil mendapat like sebanyak 3179 dan komentar sebanyak 436; tulisan kedua berjudul ASN dipotong 20%, DPRD Diberi 22 – 25 Juta mendapat like 1139 dan komentar 98; sedangkan tulisan ketiga berjudul Blunder DPRD Kuningan Membiarkan Publik Melawan mendapat 190 like dan 12 komentar. Angkat ini mewujud statistik nyata bahwa netizen saat ini cukup sadar akan isue politik yang bergulir. Mereka berusaha ambil bagian dan terlibat menyampaikan suara – suara berupa kritik sosial untuk meluruskan kebijakan yang sumbang.
Publik tidak menolak aturan. Publik hanya ingin empati. Dalam suasana ekonomi yang serba sulit, ketika ASN rela dipotong TPP 20% untuk menutup utang daerah, kabar tunjangan puluhan juta memang terasa seperti tamparan. Itulah yang saya sebut sebagai “jarak empati” antara rakyat dan wakilnya. Jarak yang tak akan terhitung oleh kalkulator APBD, tapi bisa dirasakan dengan sangat jelas di hati masyarakat.
Karena itu, saya menyampaikan terima kasih kepada DPRD Kuningan yang akhirnya mau mendengar, mau menimbang ulang, dan mau membuka ruang evaluasi. Sikap ini penting, sebab lembaga legislatif sejatinya bukan hanya tempat membuat aturan, tetapi juga rumah empati, di mana suara rakyat mesti diolah, bukan diabaikan.
Namun, apresiasi ini bukan akhir cerita. Justru inilah pintu masuk babak baru: bagaimana evaluasi itu benar-benar diwujudkan, bukan sekadar jargon untuk meredakan gejolak sesaat. Sejarah politik kita sudah terlalu banyak menyimpan contoh janji evaluasi yang berhenti di meja rapat, tanpa pernah menyentuh realitas rakyat.
Kita belajar dari teori framing yang pernah saya kutip (Entman, 1993): siapa yang membingkai isu lebih dulu, dialah yang menguasai opini. Kali ini, publik yang menang start. Tapi publik juga harus konsisten menjaga narasi, jangan sampai lengah. Karena dalam politik, waktu sering dipakai sebagai obat penenang: riak kecil akan dibiarkan reda, kritik keras akan ditunggu basi.
Kita tentu berharap, DPRD Kuningan tidak sekadar menunggu badai reda. Kita berharap mereka betul-betul menata ulang logika fasilitas dan tunjangan, agar sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Apalagi, sejarah telah menunjukkan bahwa sikap nir-empati hanya akan membawa bencana citra. Rumah dijarah, nama tercoreng, harga diri hilang itulah yang terjadi pada beberapa anggota DPR RI yang lupa menjaga jarak emosional dengan rakyatnya.
Saya percaya, DPRD Kuningan masih bisa belajar dari pengalaman itu. Masih ada kesempatan untuk menjadi representasi rakyat yang bukan hanya pintar menjelaskan pasal, tetapi juga pandai merasakan keresahan warga. Masih ada ruang untuk menjadi mitra, bukan antagonis, dalam narasi publik.
Sebagai penutup, mari kita catat pelajaran hari ini: kritik yang jujur dan tulus ternyata bisa membuka telinga kekuasaan. Terima kasih kepada DPRD Kuningan yang akhirnya merespons suara rakyat dengan janji evaluasi. Tapi tugas kita sebagai warga belum selesai. Kita harus terus memantau, terus mengingatkan, agar evaluasi itu nyata, bukan sekadar wacana.
Karena dalam demokrasi, yang sejati bukanlah sekadar memilih lima tahun sekali, melainkan menjaga agar wakil kita tetap berjalan di jalan empati setiap hari. Dan dalam ujian empati inilah, DPRD Kuningan sedang kita pantau bersama.**
_Sela Waktu
Ageng Sutrisno


Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.