INILAHKUNINGAN- Ketahanan pangan bukan sekadar soal cukup makan, tapi tentang makan dengan benar. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan menggagas revolusi pola konsumsi dengan mengembangkan Desa Berbasis B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman).

Desa Pagundan menjadi salah satu pionir, bersama tiga desa lain di Kecamatan Lebakwangi, Yaitu Desa Sindang, Pasayangan, dan Bendungan. Program ini resmi diluncurkan, Kamis (13/3/2025), menandai langkah besar menekan angka stunting dan membangun generasi sehat.

Acara ini dibuka langsung oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan, Dr Wahyu Hidayah MSi., yang menekankan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan makanan, tetapi juga bagaimana masyarakat mengonsumsinya.

“Dulu, pola makan kita seragam, beras adalah segalanya. Tapi sekarang, kita harus berani berubah. Diversifikasi pangan adalah kunci. Singkong, ubi, dan porang bukan sekadar makanan tradisional, tapi solusi untuk masa depan. Mengubah kebiasaan ini butuh waktu, mungkin 20 tahun, tapi harus dimulai sekarang,” ujarnya dengan penuh semangat.

Desa B2SA: Solusi Cerdas Hadapi Gizi Buruk

Kepala Desa Pagundan, Dadan Danu, menyambut baik program ini dan menegaskan bahwa edukasi pola makan sehat harus dimulai dari keluarga.

“Makanan cepat saji memang praktis, tapi belum tentu bergizi. Kami berharap ibu-ibu PKK menjadi pionir dalam menerapkan pola makan B2SA di rumah. Perubahan ini harus dimulai dari dapur kita sendiri,” katanya.

Menurut Dr. Wahyu, program ini bisa memanfaatkan Dana Desa untuk membangun Kebun B2SA, yang menyediakan sumber pangan bergizi secara mandiri. Pemilihan desa-desa penerima program ini tidak asal tunjuk. Semuanya berbasis data, melihat angka stunting dan kebutuhan gizi masyarakat.

“Kebun B2SA bukan proyek jangka pendek. Ini investasi jangka panjang untuk ketahanan pangan desa. Kita ingin masyarakat tidak hanya bergantung pada pasar, tapi bisa menghasilkan pangan sendiri,” tegasnya.

Kuningan Masuk Daftar Eksklusif!

Lebih lanjut, Wahyu mengungkapkan kebanggaannya bahwa dari 27 kabupaten di Jawa Barat, hanya empat yang terpilih menjalankan program ini: Kuningan, Majalengka, Subang, dan Garut.

“Kuningan adalah bagian dari elite empat kabupaten yang dipercaya menjalankan program B2SA. Ini bukan sekadar prestasi, tapi tanggung jawab besar untuk memastikan program ini sukses dan berkelanjutan,” katanya.

Sebagai penutup, Wahyu meminta komitmen penuh dari para kepala desa agar program ini tidak sekadar menjadi proyek sesaat.

“Saya ingin jaminan dari Kepala Desa bahwa setelah fasilitasi program ini, tidak boleh ada lagi kasus kekurangan gizi dan stunting di desa ini. Kita harus serius!” pungkasnya.

B2SA: Dari Desa untuk Masa Depan

Sosialisasi B2SA ini bukan hanya sekadar teori, tapi langkah nyata membangun pola konsumsi cerdas, berbasis pangan lokal, dan berkelanjutan. Harapannya, gerakan ini dapat menciptakan generasi lebih kuat, lebih sehat, dan bebas dari masalah gizi.

“B2SA bukan sekadar program, tapi sebuah revolusi pangan dari desa untuk masa depan!,” tandas Dr Wahyu Hidayah./tat azhari