INILAHKUNINGAN- Meningkatnya angka perceraian di Kabupaten Kuningan, berbanding terbalik dengan angka pernikahan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dalam 5 tahun terakhir, angka pernikahan warga Kota Kuda ini, terus merosot. Data menunjukan Tahun 2020 tercatat ada 9.705 pernikahan. Angka itu menurun menjadi 9.108 pada 2021, lalu 8.922 di 2022, 8.568 di 2023, dan 7.710 pada Tahun 2024.

Di tahun 2024, Kecamatan Kuningan menjadi wilayah dengan pernikahan terbanyak, mencapai 739 pasangan. Sementara Kecamatan Cilebak mencatat jumlah paling sedikit, hanya 75 pernikahan sepanjang tahun.


Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Kementerian Agama Kabupaten Kuningan, H. Ahmad Syahid Ridlo Maulana, membenarkan tren penurunan tersebut. Menurutnya, kondisi itu kontras dengan masa sebelum pandemi Covid 19.

“Tahun kemarin saja itu ada 7.710 padahal tahun sebelum Covid 19 bisa sampai 10.000 pernikahan. Kayak di Cilebak itu nggak sampai 100, padahal dulu bisa sampai 150,” ujarnya, belum lama ini

Ridlo menjelaskan, salah satu faktor yang membuat masyarakat menunda pernikahan adalah kekhawatiran terkait kondisi ekonomi setelah menikah.

“Masyarakat itu belum pede karena tuntutan. Yang namanya menikahkan kadang terlalu besar ekspektasinya nanti setelah menikah seperti apa. Ada ketakutan atau kekhawatiran untuk menikah. Bahwa yang namanya menikah kan harus memenuhi kebutuhan ekonomi, jadi mereka takut,” katanya.

Selain ekonomi, tingginya angka perceraian juga menjadi momok. Banyak pasangan muda gagal mempertahankan rumah tangga, bahkan baru beberapa tahun menikah.

“Banyak juga fenomena perceraian dan itu jadi kekhawatiran generasi yang mau menikah. Karena banyak fenomenanya, sudah menikah baru satu tahun sudah cerai. Padahal, bukan hanya soal ekonomi. Usia pernikahan 0 sampai 10 tahun itu masih rawan,” jelasnya.

Selain itu, penurunan angka pernikahan juga dipengaruhi aturan batas usia minimal menikah yang sejak 2019 ditetapkan menjadi 19 tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Selain itu, semakin banyak generasi muda yang memilih menunda pernikahan demi melanjutkan pendidikan.

“Batas usia juga lumayan efektif untuk menekan pernikahan. Selain itu, banyak yang ingin sekolah dulu, menyiapkan pernikahan matang-matang,” ucap Ridlo.

Pengaruh media sosial dan pergaulan di kota besar juga turut memengaruhi pola pikir anak muda di Kuningan.

“Banyak yang merantau ke Cikarang, Cikampek, atau Bandung. Pergaulan kotanya terbawa ke sini. Apalagi Gen Z sejak kecil sudah akrab dengan teknologi, informasi soal pernikahan mereka dapatkan dari sana,” tambahnya./tat azhari